Borobudur sebagai candi Buddha terbesar yang didirikan sekitar abad ke -9 M merupakan salah satu pencapaian Masterpiece dalam seni arsitektur bangsa Indonesia yang cukup membanggakan. Oleh karena itu tidaklah salah jika pemerintah dengan bantuan Unesco melakukan pemugaran total di candi ini untuk menghadirkan kembali ‘kejayaan’ tersebut sebagai warisan bangsa. Dalam upaya pemugaran tersebut juga dilakukan penggalian di sejumlah lokasi yang diduga memiliki kaitannya dengan keberadaan candi Borobudur. Salah satunya di sisi barat daya candi Borobudur yang menemukan 252 votive tablet dan 2307 stupika tablet yang tidak dibakar di dalam sebuah lubang. Di bawah konsentrasi temuan votive dan stupika tablet ditemukan lima wadah tembikar yang disusun ke arah empat mata angin dan satu di tengah. Di samping itu ditemukan pula dua fragmen arca yang tidak dapat diidentifikasi. Tampaknya votive dan stupika tablet ini diletakkan di bawah arca tersebut ( Boechari,1976; Boechari dkk,1982: 115)
Votive tablet adalah simbol/ icon Buddha berukuran kecil yang terbuat dari tanah liat yang dicetak dengan teknik tekan untuk selanjutnya dibakar atau bisa pula hanya dijemur. Votive yang telah dicetak ini dibakar selama beberapa jam dalam lubang yang dangkal dan ditutup oleh bahan yang mudah terbakar seperti kayu atau daun-daun kering. Sedangkan votive yang tidak dibakar hanya diletakkan di tempat yang terbuka sampai kering akibat panas matahari dan tentunya votive yang tidak dibakar jauh lebih mudah rusak dibandingkan dengan yang dibakar. Votive tablet yang tidak dibakar ini mungkin karena bahan yang digunakan untuk pembuatan votive dicampur dengan abu jenazah dari guru atau leluhurnya. Abu jenazah ini digunakan untuk memindahkan kekuatan api (Stanley, 1974:83). Namun di Indonesia tidak ditemukan indikasi adanya abu jenasah yang dicampurkan untuk bahan pembuatannya. Berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap stupika tablet dari situs Gumuk Klinting, Muncar (Banyuwangi) dan situs Sarangwati (Palembang) diketahui bahwa stupika tablet Banyuwangi dibuat dari campuran tanah liat dan feldspar sedangkan stupika tablet dari Palembang dibuat dari campuran tanah liat dan tuff) (Hardiati, 1983:87). Stupika tablet adalah miniatur stupa dalam bentuk yang mini yang terbuat dari tanah liat dan selanjutnya dikeringkan dengan dijemur di terik matahari. Sebagai miniatur dari stupa maka bagian-bagian dalam stupika tablet mengacu kepada bentuk stupa. Bagian-bagian dari stupa ini memiliki makna simbolis dari benda-benda yang dimiliki sang Buddha di dunia. Bagian dasar (prasada) yang berbentuk persegi empat merupakan perlambangan dari bentuk jubah sang Buddha yang dilipat, badan stupa (anda) yang bentuknya setengah bola adalah bentuk mangkok yang selalu dibawa oleh sang Buddha, sedangkan yasti adalah representasi tongkat yang selalu dibawa oleh sang Buddha.
Untuk artikel selengkapnya silahkan unduh ditautan ini