You are currently viewing Selamatan Pemugaran Candi

Selamatan Pemugaran Candi

SERBA-SERBI PEMUGARAN, tanggal 9 Agustus 1973, atau sehari sebelum peresmian dimulainya pemugaran Candi Borobudur, diadakan selamatan dengan menyembelih seekor kerbau bule sebagai bentuk tradisi masyarakat Jawa untuk menolak bala. Penyembelihan kepala kerbau bule yang dikerjakan oleh seorang jagal dari desa ngaran Borobudur. Kepala kerbau bule tersebut dipakai sebagai tumbal untuk keselamatan pemugaran candi Borobudur dan ditanam di kaki Prasasti. Sedangkan badannya dibagi-bagikan kepada fakir miskin dan rakyat sekitarnya
Setelah penanaman kepala kerbau, dilakukan selamatan dengan mengundang seluruh karyawan Proyek Pemugaran Candi Borobudur. Seluruh rangkaian ini diharapkan dapat memberikan keselamatan dan pekerjaan yang akan dilakukan dapat berjalan dengan lancar.
Kerbau memiliki posisi penting dalam masyarakat agraris seperti di pulau Jawa, terutama karena hewan tersebut dapat digunakan untuk membantu mengolah lahan persawahan. Selain itu kerbau juga dinilai memiliki kepekaan untuk mengusir roh jahat.

Untuk diketahui, pemugaran Candi Borobudur telah dilakukan dua kali. Pertama dilakukan pada tahun 1907-1911 oleh Theodoor Van Erp. Kemudian, pemugaran kedua dilakukan pada tahun 1973-1983 atau selama 10 tahun oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO. Dalam pemugaran kedua ini melibatkan sekitar 800 orang pekerja. Pemugaran kedua Candi Borobudur oleh Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO dimulai pada 10 Agustus 1973, berjalan selama 10 tahun dan secara resmi berakhir pada tanggal 23 Februari 1983 melalui pidato Presiden Soeharto.

Sebelum Pemugaran II berlangsung, pada tahun 1960-1965, Candi Borobudur juga pernah dilkukan upaya penyelamatan dari bahaya runtuh oleh Pemerintah RI melalui Lembaga Peninggalan Purbakala Nasional (LPPN). Namun, seluruh kegiatan penyelematan terpaksa terhenti karena meletusnya pemberontakan G 30 S/ PKI.

Prose penanaman kepala kerbau
Penanaman kepala kerbau bule, sebagai salah satu acara rangkaian selamatan

Foto diambil dari Borobudur Conservation Archives. Cerita lainnya dapat dicari di arsip.borobudurpedia.id