You are currently viewing Prasasti Karangtengah/ Prasati Kayumwungan

Prasasti Karangtengah/ Prasati Kayumwungan

Prasasti Kayumwungan adalah sebuah prasasti pada lima buah penggalan batu yang ditemukan di Dusun Karangtengah, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah sehingga lebih dikenal dengan prasasti Karangtengah. Prasasti ini ditulis dengan aksara Jawa Kuno dan menggunakan dua bahasa. Baris 1 – 24 berbahasa sansekerta, baris selanjutnya ditulis jawa kuno. Masing-masing bahasa menunjuk angka tahun 746 Saka atau 824 Masehi. Ketika ditemukan, prasasti terpecah menjadi lima fragmen, yaitu a, b, c, d dan e. Bagian a, c, dan d sudah tidak ditemukan lagi. Bagian c sempat dialih aksarakan oleh J.G de Casparis. Koleksi ini adalah fragmen yang tersisa, yaitu fragmen b (D27) dan fragmen e(D34) yang saat ini disimpan di Museum nasional Jakarta.

Fragmen dengan nomor inventaris D27 adalah bagian atas prasasti yang setengah lingkaran pada bagian atas/ puncaknya. Berukuran 39 x 46 x 12 cm. Ditulis dalam huruf Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta. Tulisannya sudah sangat aus dan sulit dibaca. Fragmen dengan nomor inventaris D34 adalah bagian bawah prasasti yang berbentuk segiempat. Berukuran 59 x 40 x 8,5. Ditulis dalam huruf Jawa Kuno dan bahasa Jawa Kuno.Tulisannya masih cukup jelas. Kelihatannya kalimat baris terakhir dari prasasti ini belum selesai.

Isi tulisan pada bagian berbahasa Sansekerta adalah tentang seorang raja bernama Samaratungga. Anaknya bernama Pramodawardhani mendirikan bangunan suci Jinalaya serta bangunan Wenuwana (Venuvana_sansekerta, yang berarti hutan bambu). Untuk menempatkan abu jenazah “Raja Mega”; sebutan untuk Dewa Indra. Mungkin yang dimaksud adalah Raja Indra ata Dharanindra dari keluarga Syailendra.

Bagian jawa Kuno menyebutkan bahwa pada 10 Kresnapaksa Bulan Jyestha Tahun 746 Saka (824 M), Rakai Patapan pu Palar meresmikan tanah sawah di Kayumwungan menjadi Tanah Sima atau tanah perdikan (daerah bebas pajak). Casparis mengaitkan bangunan Wenuwana ini dengan Candi Mendut, sedangkan Soekmono mengaitkannya dengan Candi Ngawen atas dasar persamaan bunyi nama. Sedangkan bangunan yang disebut Jinalaya diduga merujuk pada Candi Borobudur.