Atelier Kurkdjian adalah sebuah studio foto komersial yang cukup terkenal di Hindia Belanda. Studio ini didirikan oleh Onnes (seringkali juga ditulis sebagai Ohannes) Kurkdjian di Surabaya pada tahun 1885. Kurkdjian adalah seorang fotografer keturunan Armenia yang pernah belajar fotografi di Singapura selama dua bulan sebelum bermukim di Surabaya.
Pada tahun 1900 nama studio berubah menjadi O. Kurkdjian & Co. Selain memotret orang Eropa yang tinggal di sekitar Surabaya, Kurkdjian juga sering mengabadikan lanskap tropis seperti persawahan, pepohonan dan gunung. Penghasilan diperoleh dari uang komisi serta royalti yang didapatkan dari album foto yang diterbitkan untuk keperluan promosi. Salah satu tugas paling penting dilakukan pada tahun 1898 ketika mendokumentasikan kunjungan Ratu Wilhelmina ke pulau Jawa. Setelah Kurkdjian meninggal pada tahun 1903 pada usia 52 tahun, kendali studio foto diambil alih oleh asistennya G.P. Lewis, seorang fotografer keturunan Inggris. Lewis sendiri bergabung dengan Atelier Kurkdjian pada tahun 1897.
Selain obyek berupa pemandangan alam, Atelier Kurkdjian juga memotret berbagai tinggalan purbakala seperti Candi Borobudur dan Candi Mendut. Hasil foto kemudian dijual kepada masyarakat Eropa dan bumiputera Hindia Belanda dalam bentuk kartu pos maupun album foto. Berbagai kumpulan foto Borobudur, bersama dengan foto pemandangan dan aktivitas masyarakat di Jawa, pernah diterbitkan pada tahun 1922 dalam buku berjudul Come to Java, 1922-1923. Buku ini diterbitkan oleh Biro Pariwisata Hindia Belanda dan berisikan informasi bagi para turis yang ingin mengunjungi pulau Jawa. Selain foto-foto yang dianggap merepresentasikan keindahan pulau Jawa, buku ini juga menyertakan dua buah peta sebagai panduan perjalanan.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa foto Borobudur yang dihasilkan oleh Atelier Kurkdjian dipengaruhi oleh aliran lukisan yang berkembang di Hindia Belanda pada masa itu. Mooi Indies, atau Hindia Molek, merupakan sebuah perspektif yang ingin menunjukkan lanskap tropis yang naturalis dan seakan bebas dari campur tangan dunia modern. Hindia Molek seakan ingin menggambarkan panorama indah yang seakan tak terjamah oleh perkembangan zaman, sekaligus menyembunyikan konflik antara pemerintahan kolonial dengan orang lokal dari mata masyarakat Eropa.