Pemantapan dan Persiapan menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
Dalam rangka pemantapan dan persiapan menuju Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (ZI WBK), Balai Konservasi Borobudur (BKB) menerima kunjungan tim Reformasi Birokrasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka terdiri dari staf Direktorat Jenderal Kebudayaan, Inspektorat Jenderal dan Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tim yang terdiri dari 4 orang tersebut mendapat tugas untuk memberikan penguatan sebagai persiapan menjelang penilaian yang akan dilakukan oleh penilai eksternal. Pendampingan yang dilakukan oleh tim reformasi birokrasi dihadiri oleh pimpinan dan beberapa staf BKB.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha BKB, Ari Swastikawati di awal acara menyampaikan paparan tentang profil lembaga dan langkah-langkah yang telah dilakukan BKB dalam rangka menuju ZI WBK. Disampaikan olehnya, BKB berbeda dengan instansi pelestari cagar budaya yang lain. BKB merupakan satu-satunya satuan kerja yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan kajian konservasi. Kepala Seksi Konservasi, Yudi Suhartono menambahkan bahwa meskipun masih terdapat kelemahan dan kekurangan di banyak hal, pimpinan dan staf BKB punya komitmen untuk mewujudkan wilayah bebas dari korupsi.
Tim reformasi birokrasi yang diwakili oleh Kholid Fathoni menyampaikan bahwa reformasi birokrasi merupakan program pemerintah. Program ini sesuai dengan amanat UU Reformasi Birokrasi. Tahun 2024 seluruh instansi pemerintah harus menjadi zona integritas wilayah bebas dari korupsi. Sampai saat ini masih banyak instansi pemerintah yang birokrasinya jelek. Cara merubahnya dengan menjalankan sistem evaluasi yang ada di konsep reformasi birokrasi. Untuk memperoleh predikat WBK harus ada personel yang bekerja dengan dinamis dan bisa mengubah rutinitas menjadi inovasi. Disamping itu, lembaga harus punya rencana perubahan atau rencana aksi yang terdiri dari inovasi-inovasi perubahan. Penilaian eksternal akan melihat hasilnya apakah proses reformasi menghasilkan persepsi bagus dimata internal maupun eksternal lembaga yang bersangkutan. Persepsi dari masyarakat itulah yang menjadi muara atau esensi layak atau tidaknya suatu lembaga menyandang predikat ZI WBK.