oleh Panggah Ardiyansyah
Setelah koleksi tersebut sampai di Bangkok, sang raja memamerkan obyek-obyek tersebut kepada publik di halaman kuil Wat Phra Keo. Terletak di dalam istana kerajaan Siam, kuil ini merupakan yang paling suci karena menjadi rumah bagi arca Emerald Buddha, sang arca Buddha utama kerajaan. Selain terbuka untuk masyarakat umum, para biksu juga dipanggil untuk memberikan pemberkatan. Ketika tahta kerajaan berpindah ke tangan anak Chulalongkorn, yaitu Raja Vajiravudh (berkuasa pada tahun 1910-1925), koleksi dari Jawa ini dipindahkan ke beberapa tempat. Khusus untuk obyek yang berasal dari Borobudur, lima arca Buddha diserahkan kepada dua kuil Buddha kerajaan yang berada di Bangkok, sedangkan obyek-obyek lainnya disimpan oleh Museum Nasional Bangkok. Pemindahan ini kurang lebih dipengaruhi oleh perkembangan museum nasional yang mulai tertata dan terorganisasi dengan baik pada awal abad ke-20. Sampai sekarang, beberapa koleksi dari Borobudur seperti arca kala dan batu berrelief masih ditampilkan oleh museum kepada pengunjung umum. Sementara itu, empat arca Buddha, masing-masing dengan posisi tangan bhumisparsamudra, dhyanamudra, waramudra dan vitarkamudra, diserahkan kepada kuil Wat Ratchathiwat dimana untuk menyimpan arca-arca ini dibangun pagoda dengan gaya arsitektural Chaiya yang sering ditemui di Thailand bagian selatan. Satu arca Buddha dengan posisi tangan abhayamudra dihadiahkan kepada Wat Bowonniwet yang menjadi bagi Raja Mongkut (kakek dari Vajiravudh), Raja Chulalongkorn, dan Vajivavudh sendiri untuk menimba ilmu tentang agama Buddha. Tujuan dari pemindahan arca Buddha ini salah satunya untuk dijadikan sebagai alat edukasi tentang berbagai gaya ikonografi arca Buddha di Asia Tenggara, khususnya untuk arca yang berasal dari Jawa. Hal ini mencontoh apa yang dilakukan oleh Chulalongkorn ketika merenovasi kuil Wat Bechamabopit pada tahun 1899, dimana dia memerintahkan untuk menampilkan lima puluh buah arca dengan berbagai gaya yang berasal dari berbagai provinsi di Siam serta negara-negara tetangga seperti Jawa, Burma dan Jepang. Walaupun demikian, pada waktu yang sama, arca-arca Buddha Borobudur sampai sekarang tetap digunakan oleh masyarakat Thailand, khususnya di Bangkok, sebagai medium pemujaan terhadap sang Buddha.
Sumber :
Bloembergen, Marieke and Martijn Eickhoff. “Exchange and the Protection of Java’s Antiquities: A Transnational Approach to the Problem of Heritage in Colonial Java.” The Journal of Asian Studies 72, no. 4 (2013): 893-916.
Miksic, John. Borobudur: Golden Tales of the Buddhas. London/Singapore: Bamboo Publishing in association with Periplus Edition, 1990.
Suharto, Imtip P. Journeys to Java by a Siamese King (Revised Edition). Indonesia: ITB Press, 2012.