Kesadaran-Kesadaran yang Bersumber dari Borobudur: Kesadaran Akan Kekayaan Tinggalan Budaya Bangsa Indonesia
Oleh: Nahar Cahyandaru
Borobudur diciptakan sebagai monument untuk pembelarajaran manusia. Namun setelah dibangun Borobudur hanya sempat menjalankan fungsinya dalam kurun waktu yang cukup singkat, sebelum peradaban bergerser ke Jawa bagian timur. Sempat ditinggalkan, diabaikan, tertutup belukar dan hampir dilupakan, Borobudur dibuka kembali dan mengalami beberapa tahap perbaikan dan pemugaran. Keagungan Borobudur dapat kita nikmati dan banggakan hingga saat ini. Dalam perjalanan sejarahnya, disadari atau tidak Borobudur telah menjadi sumber kesadaran manusia dalam berbagai aspek. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sadar berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti. Dari kata dasar sadar ini, maka kata kesadaran berarti perubahan keadaan menjadi insaf, mengerti, ingat kembali atau bangun dari keadaan sebelumnya.
Kesadaran disini mempunyai makna luas dari berbagai aspek, tidak hanya pada pencerahan spiritual semata. Kesadaran-kesadaran yang mungkin selama ini tidak kita ketahui, atau kita ketahui namun tidak disadari kedalaman maknanya. Salah satu diantaranya adalah kesadaran akan kekayaan tinggalan budaya bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia yang cukup panjang meninggalkan sangat banyak bukti fisik yang kemudian dikenal sebagai tinggalan budaya. Kekayaan tinggalan budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia pada mulanya kurang disadari. Hal ini dapat dilihat bagaimana keadaan Candi Borobudur sebelum dibuka pada 1814. Pembukaan oleh Raffles yang dikomandoni oleh Cornelius ini memberikan andil yang sangat besar untuk mengenalkan kembali Candi Borobudur yang fenomenal ke masyarakat dunia.
Pembukaan kembali Candi Borobudur merupakan tonggak sejarah penting bagi kesadaran akan kekayaan tinggalan budaya di Indonesia. Setelah pembukaan Candi Borobudur diikuti dengan penguakan tinggalan-tinggalan budaya lainnya. Nusantara menjadi dikenal di dunia sebagai kawasan yang kaya dengan tingalan budaya yang luar biasa. Kesadaran bahwa kita memiliki kekayaan tinggalan budaya ini akan membuka kepada kesadaran-kesadaran lainnya.
Kesadaran akan kekayaan tinggalan budaya, ternyata tidak serta merta membawa kesadaran tentang pentingnya upaya pelestarian. Candi Borobudur sendiri setelah dibuka pada 1814 justru mengalamai berbagai macam permasalahan konservasi. Hal ini karena kondisi fisik candi yang menjadi terbuka sehingga mengalami tekanan kelestarian dari faktor lingkungan dan manusia. Berbagai peristiwa baik alam maupun campur tangan manusia terjadi secara intensif.
Kerusakan semakin mengkhawatirkan sehingga pemerintah Hindia Belanda memutuskan melakukan pemugaran. Pemugaran yang berlangsung tahun 1907 s.d. 1911 yang dipimpin oleh Theodore van Erp merupakan pemugaran yang sangat sukses dan berhasil mengembalikan kemegahan Candi Borobudur. Selesainya pemugaran Candi Borobudur, membuka kesadaran baru untuk melakukan pemugaran candi-candi lainnya. Cukup banyak candi di yang kemudian dipugar. Selanjutnya juga dilakukan pemugaran atau usaha pelestarian terhadap tinggalan-tinggalan lainnya.
Semua kegiatan pelestarian tersebut dicatat dan dipublikasikan dalam dokumen Oudheidkundig Verslag (OV). Dokumen ini mencatat semua kegiatan pelestarian termasuk pendataan, pendokumentasian, penelitian, pemugaran dan lain-lain. Dokumen OV ini terbit setiap tahun secara kontinyu bahkan hingga masa kemerdekaan, dan terakhir terbit tahun 1949. Dokumen ini sampai dengan saat ini masih menjadi referensi penting pada disiplin arkeologi.
Secara kelembagaan, pemugaran Candi Borobudur juga membuka kesadaran baru. Hal ini dapat dicermati dari riwayat terbentuknya lembaga purbakala di Indonesia. Beberapa lembaga sempat dibentuk, dan semakin tertata serta professional setelah dipimpin oleh N.J. Krom, yang memiliki visi dan pengalaman dari belajar pada beberapa lembaga serupa di negara lain yang lebih maju. Ia kemudian ditunjuk untuk memimpin lembaga jawatan purbakala. Peristiwa pembentukan jawatan purbakala terjadi pada 14 Juni 1913. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Purbakala Indonesia. Wajar jika dikatakan bahwa pendirian lembaga ini tidak lepas dari kesadaran akan pentingnya pelestarian tinggalan budaya yang timbul setelah selesai memugar Candi Borobudur.