Bagi penikmat dan pembaca sejarah Borobudur, nama Kassian Cephas sering didengar terutama ketika membicarakan relief Karmawibhangga. Kerena dokumentasi yang dihasilkan oleh Cephas, panel-panel relief tersebut dapat dinikmati dan dipelajari di masa sekarang ini. Namun, siapa dia sebenarnya dan bagaimana dia kemudian terlibat di Borobudur?
Lahir di Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 1845, Kassian mempunyai bapak bernama Kartodono dan ibu bernama Minah, keduanya adalah keturunan bumiputera. Tambahan nama Cephas didapatkan setelah menerima pembaptisan Kristen Jawa di Purworejo pada tanggal 27 Desember 1860. Setelah menghabiskan masa kecilnya di kota tersebut, Cephas kembali tinggal di Yogyakarta pada awal dekade 1860an. Dia kemudian menikah dengan perempuan Kristen Jawa bernama Dina Rakijah pada tanggal 22 Januari 1966. Pernikahan tersebut menghasilkan empat orang anak, dimana anak pertama berkelamin perempuan bernama Naomi, anak kedua bernama Jacob namun meninggal tidak lama setelah lahir, anak ketiga merupakan anak laki-laki bernama Sem, dan anak bungsunya juga anak laki-laki, bernama Fares. Dari kesemua anak tersebut, hanya Sem yang mengikuti jejak ayahnya yang berprofesi sebagai fotografer.
Perkenalan Cephas dengan dunia fotografi kemungkinan terjadi ketika telah bermukim Yogyakarta dan bekerja di lingkungan Keraton Yogyakarta. Simon Willem Camerik, yang bekerja sebagai fotografer resmi keraton, adalah orang yang mengajari Cephas mengenai teknik menggunakan kamera. Bekerja di lingkungan keraton juga membawa Cephas berkenalan dengan Isaac Groneman yang mengisi jabatan dokter resmi keraton. Pada tahun 1885, Groneman beserta teman-temannya mendirikan Perkumpulan Arkeologi sebagai komunitas pecinta seni dan budaya di Yogyakarta. Cephas sendiri kemudian menjadi anggota dari perkumpulan ini. Pada periode tersebut, dia juga membuka studio foto di rumahnya yang berlokasi di Lodji Kecil Wetan yang berada di sebelah timur Benteng Vredeburg. Studio foto tersebut dikelola sendiri oleh Cephas bersama dengan putranya, Sem.
Pada sekitar tahun 1889-1890, terutama karena posisinya sebagai anggota Perkumpulan Arkeologi, Cephas ditugaskan untuk mendokumentasikan berbagai candi di sekitar Yogyakarta dengan dukungan biaya dari pemerintah kolonial. Tugas mendokumentasikan Candi Borobudur dilakukan dengan membuka kembali relief Karmawibhangga serta mengambil foto situasi candi. Salah satu karakteristik foto yang dihasilkan Cephas adalah seringnya dia tampil di depan layar sehingga ikut terekam didalam fotonya. Kemungkinan besar foto-foto tersebut diambil oleh Sem. Foto-foto Candi Borobudur yang dihasilkan oleh Cephas kemudian dimasukkan dan diterbitkan kedalam buku Barabudur yang disusun oleh N.J. Krom dan Th. van Erp pada tahun 1920. Selain Candi Borobudur, Cephas juga pernah mendokumentasikan Candi Mendut dan Candi Pawon, baik sebelum, selama dan setelah pemugaran kedua candi tersebut.
Diolah dari Gerrit Knaap, Cephas, Yogyakarta: Photography in the service of the Sultan (Leiden: KITLV Press, 1999)