Cagar Budaya Sebagai Mitra Pendidikan (1)
Oleh: Wildan Kasyfi Z (Mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah Mada)
Pendidikan merupakan kajian yang tidak akan pernah habis untuk dibahas, selalu berkembang dari masa ke masa, memiliki tujuan yang sama yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa” dengan metode yang beragam. Dewasa ini, pendidikan lebih mengutamakan tuntutan nilai akademis dan capaian prestasi, namun dirasa kurang dalam memberikan pendidikan moral, budi pekerti, dan kebangsaan.
Hal ini diperparah dengan kurangnya pemahaman yang diberikan oleh orangtua kepada anak-anaknya. Sebenarnya, ranah pendidikan ini harus diberikan oleh pendidik terdasar yaitu keluarga dan sekolah, namun terkadang pendidikan keluarga dan sekolah dirasa hampir tidak ada atau masih kurang mencukupi sehingga harus dilengkapi dengan alternatif lain, salah satunya dengan pengetahuan Cagar Budaya.
Presiden Soekarno pernah mengungkapkan dalam pidatonya, semboyan “JAS MERAH”, yang merupakan singkatan dari “Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah”. Ungkapan ini merupakan sebuah peringatan karena karakter suatu bangsa berfondasi pada sejarah berupa ingatan kolektif yang membentuk stereotip manusia dengan ciri khas masing-masing. Atas dasar masalah tersebut, pengetahuan cagar budaya merupakan solusi yang dapat ditawarkan pada dunia pendidikan.
Pengetahuan cagar budaya dipilih karena akhir-akhir ini minat pariwisata terhadap situs-situs sejarah dan arkeologi menunjukkan peningkatan baik secara statistik pengunjung maupun masukan dan kritik. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat cukup tinggi terhadap kebudayaan dan cagar budaya.
Dalam hal ini, pendidikan dapat ambil bagian dengan memasukkan pengetahuan tentang kebudayaan dengan perantara cagar budaya agar generasi muda dan masyarakat umum dapat belajar tentang kebudayaan baik tinggalan tangible (benda) maupun intangible (tak benda) yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.