You are currently viewing Belajar Pendidikan Budi Pekerti dari Relief Jataka Candi Borobudur (part 2)

Belajar Pendidikan Budi Pekerti dari Relief Jataka Candi Borobudur (part 2)

Kisah Seekor Kelinci

Kisah seekor kelinci ini terpahat pada relief Jataka yang terletak di sisi timur tingkat I pagar langkan rangkaian atas bidang h nomor 23, 24 dan 25.

Kisah di mulai tentang persahabatan 4 ekor hewan, yaitu berang-berang, srigala, monyet, dan kelinci di sebuah hutan. Dalam kisah ini kelinci adalah jelmaan dari Bhoddhisattva. Empat sahabat itu hidup rukun dan selalu saling tolong menolong, karena kelinci selalu mengingatkan tentang ajaran dharma kepada sahabat-sahabatnya. Hingga pada suatu ketika sang Dewa Sakra dari kahyangan turun hendak menguji keteguhan dharma sang kelinci. Sang dewa menjelmakan dirinya menjadi seorang Brahmana yang tersesat dalam hutan dan sangat kelaparan.

Pada akhirnya Brahmana jelmaan Sakra itu bertemu dengan 4 hewan yang bersahabat, ia mengeluh bahwa dirinya sedang kelaparan dan minta dibantu untuk dicarikan makanan.

Segera saja keempat binatang itu mencarikan makanan yang dapat dipersembahkan kepada Brahmana. Lalu datanglah berang-berang sambil membawa 7 ekor ikan, menyusul srigala membawa sepotong daging rusa, dan monyet membawa buah-buah mangga yang matang, adapun kelinci datang dengan tidak membawa apapun. Kelinci hanya makan rumput dan daunan yang tidak patut dipersembahkan kepada sang Brahmana. Kata kelinci, “Maaf Brahmana, saya tidak dapat mempersembahkan apapun, segera saja kamu membuat perapian untuk memanggang makanan yang ada, waktu itu aku akan memberikan persembahan kepadamu”.

Maka ketika perapian Brahmana telah menyala, apinya menjilat-jilat panas, segeralah kelinci meloncat ke dalam api perapian tersebut untuk mempersembahkan dirinya sebagai daging kelinci panggang. Akan tetapi api tersebut tidak dapat membakar kelinci, seakan-akan air yang sejuk dirasakan oleh sang kelinci, maka kelinci pun berkata, “Wahai Brahmana ternyata aku tidak dapat mempersembahkan apapun juga”. Jawab Brahmana, “Sebenarnya aku bukan Brahmana, aku adalah Sakra yang akan menguji dharma mu, aku sangat kagum dengan ketulusanmu untuk menolong orang lain”.

Kemudian kelinci diangkat oleh Sakra dengan tangannya, dan untuk memperingati ketulusan kelinci itu ia kemudian menggores permukaan bulan dengan pena gunung api yang tajam, membentuk gambaran kasar bentuk kelinci di permukaan bulan. Itulah sebabnya terdapat gambar kelinci di bulan hingga sekarang (Nivedita & Ananda K.Coomaraswamy 1994: 257—8 dalam Munandar, 2009).

Pendidikan budi pekerti yang dapat diambil dari kisah ini adalah kisah kelinci yang dapat dimaknai secara lebih luas tentang pengorbanan untuk menolong sesama. Bila kita punya harta benda, maka kita  menolong orang lain dengan harta kita, tetapi bila kita  tidak punya harta benda, hendaklah menolong orang lain dengan jiwa raganya. Dengan bersikap seperti ini maka akan diperoleh kebahagian hidup di dunia dan akherat. Kisah kelinci mengingatkan kita akan pengorbanan untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Sikap seperti harus di kembangkan lagi di kehidupan generasi muda yang mana saat ini generasi muda (remaja) mulai banyak memiliki sifat hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan orang lain (egois). Penanaman sikap pengorbanan dan tolong menolong perlu di lakukan di kalangan generasi muda hendaknya dilakukan sejak  di usia dini sehingga di masa yang akan datang tumbuh generasi muda yang ringan tangan untuk menolong orang lain yang membutuhkan.