Jumat, 08/05/2020, Balai Konservasi Borobudur (BKB) kembali menggelar diskusi daring melalui Zoom Meeting serta live Youtube dan Instagram. Para peserta diajak untuk belajar seperti apa flora yang tumbuh di masa nenek moyang lewat relief di Candi Borobudur. Diskusi daring dipandu oleh M. Habibi, pengkaji BKB serta menghadirkan dua orang narasumber dari LIPI Kebun Raya Purwodadi dan BKB, masing-masing adalah Dr. Destario Metusala dan Jati Kurniawan, S.S.
Menurut Jati Kurniawan, hasil identifikasi tanaman pada relief, merupakan relief tanaman yang bergaya naturalis, bukan simbolis seperti hiasan sulur-suluran, kalpataru, purnakalasa, maupun floral geometrical dan merupakan bagian dari relief cerita. Relief yang ada juga menggambarkan bagian-bagian terpenting dari tanaman yang bersangkutan (buah, batang, daun, maupun tulang daun atau bagian lain yang dapat menjadi petunjuk untuk mengidentifikasi jenis tanaman. Beberapa jenis tanaman yang ada di relief Candi Borobudur diantaranya adalah Pohon Bodhi, Seroja/Teratai, Talas, Lontar, Nangka, Sukun dan masih banyak lagi.
Dr. Destario Metusala selanjutnya, membahas dua sub tema, yaitu relief tumbuhan sebagai sumber informasi dalam merekonstruksi diversitas tumbuhan pada jaman Jawa Kuno serta relief tumbuhan di Candi Borobudur dan hubungannya dengan prespektif masyarakat Jawa Kuno terhadap keragaman tumbuhan di sekitarnya. Dari relief yang dipahatkan di Candi Borobudur oleh pemahat saat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:
- Bentuk relief tumbuhan tidak monoton melainkan beragam
- Keragaman bentuk tidak secara acak, namun saling berkesesuaian antar bagian-bagian tumbuhan (daun, percabangan, bunga, buah) dengna ciri tumbuhan aslinya
- Aware terhadap kekayaan hayati tumbuhan dan satwa yang melimpah di sekitarnya
- Kekayaan hayati yang beraneka ragam adalah hal penting bagi masyarakat Jawa kuno saat itu, sehingga dianggap perlu untuk diekspresikan.
- Masyarakat Jawa Kuno (pemahat) cukup paham dasar ekologi kumunitas tumbuhan dan morfologi dasar tumbuhan. Kekayaan jenis tumbuhan (diversitas) sangat penting artinya bagi masyarakat Jawa Kuno. sehingga perlu diekspresikan dengan baik, bahkan pada media bernilai suci seperti Candi Borobudur.