You are currently viewing “Ngumpulake Balung Pisah” Ratusan Javanese Diaspora Kangen-kangenan di Museum Benteng Vredeburg

“Ngumpulake Balung Pisah” Ratusan Javanese Diaspora Kangen-kangenan di Museum Benteng Vredeburg

 

Yogyakarta, Ratusan Javanese Diaspora dari berbagai negara dan wilayah di Indonesia berkumpul di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Senin (17-04-2017) Javanese Diaspora ke tiga bertajuk “Ngumpulake Balung Pisah” resmi dibuka dengan ditandai pemukulan gong dan pemotongan buntal oleh Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro.

Seorang Diaspora dari Suriname berkesempatan menyanyikan lagu “Matur Nuwun Simbah” dan dinyanyikan bersama oleh segenap peserta Javanese Diaspora lainnya.

“Diaspora Jawa adalah keturunan orang Jawa yang tidak lagi tinggal di Jawa, bisa di luar negeri maupun di luar Jawa tetapi masih di Indonesia”, begitu tutur Indrata Kusuma Prijadi selaku Ketua Panitia Diaspora tahun 2017 ini. Menurut pria yang sering melalang buana menjadi diaspora ini “Wong Jowo kalau diajak ngumpul seneng banget, sekalipun dari luar negeri mereka semangatnya selalu ada untuk nguri-uri budaya Jawa”.

Sesuai dengan tema yang diusung “Biyen, Saiki lan Mbesuk” terselenggaranya event internasional  ini untuk mempertahankan jati diri dan Budaya Jawa, semangat gotong royong dan kebersamaan Diaspora dari peserta Belanda, New Caledonia, Suriname, Malaysia, Singapura, Thailand, Meksiko, Australia, Jepang, jawa Deli, Jawa Tondano, Jakarta, dan lain sebagainya berkumpul di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Tidak sedikit biaya yang mereka keluarkan demi kerinduannya pada Budaya Jawa, nuansa Jawa. Seluruh peserta dan panitia mengenakan pakaian adat Jawa dengan pengantar bahasa Jawa Ngoko.

Peserta Diaspora ini datang dari berbagai negara dan berbagai profesi tetapi satu bahasa yang menyatukan mereka dalam berkomunikasi yaitu bahasa Jawa Ngoko.

Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro menantu Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga sebagai pembina Diaspora menyampaikan “Semua Diaspora yang berkumpul disini kangen akan budayanya, agar kita sebagai tuan rumah bersikap ramah serta tetap berprinsip pada masyarakat yang Hamemayu hayuning bawana”. Dengan sangat terpaksa Pangeran Haryo menyampaikan pidatonya menggunakan bahasa Jawa Ngoko yang belum pernah beliau lakukan sebelumnya berbicara di depan orang-orang terhormat dan lebih tua dengan tidak menggunakan bahasa Jawa Kromo/halus agar dimengerti oleh peserta Diaspora.

Disampaikan pula oleh Kanjeng Pangeran Haryo bahwa mereka Diaspora adalah agen-agen Budaya Jawa dimana saja, tidak hanya di Jogja, Jawa, Indonesia, bahkan untuk Dunia. Salah satu agenda rangkaian kegiatan Javanese Diaspora ini akan ada Dinner dan Dialog dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X di Keraton Yogyakarta, Dialog dengan Raja menggunakan Bahasa Jawa Ngoko di dalam Keraton ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah sejak berdirinya Keraton Yogyakarta Tahun 1755. Tetapi Sri Sultan Hamengku Buwono memberikan ijin dialog tersebut.

Rangkaian kegiatan Javanese Diaspora 3 ini sebagian besar dilakukan di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dan terbuka untuk umum selama 17-23 April 2017. Diantaranya kegiatan pemutaran film dokumenter, kompetisi Stand up Comedy, Filosofi Jawa, Workshop Batik, Bahasa dan aksara Jawa, Pemutaran Film, Ziarah Makam Raja di Kotagede dan Imogiri, Kunjungan Museum Tani jawa dan Desa Budaya Gilangharjo, Pencak Silat, Memasak, Bedah Buku, Pembuatan Jamu, Pertunjukan Ramayana Ballet, Seminar/Sarasehan, Dialog dengan Raja, Javanese Diaspora Art Performance, dan Sambung Rasa.

Sebagai Pendukung kegiatan Javanese Diaspora 3 juga digelar pameran Lukisan dan aktivitas Diaspora Jawa dari seluruh perjuru Dunia, serta aneka stand bazar yang menjual beraneka produk.