Solo, 11 November 2015. Keberadaan Benteng Vredeburg peninggalan Belanda yang dibangun sejak tahun 1760 atas perintah dari Sri Sultan Hamengku Buwono I dan permintaan pihak pemerintah Belanda yang saat itu dipimpin oleh Nicholaas Harting yang menjabat sebagai Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa masih kokoh berdiri di pusat kota Yogyakarta. Bangunan megah yang berusia lebih dari 250 tahun ini tetap menjadi idola bagi kaum muda yang suka shelfie dan mengunggahnya di akun media sosialnya. Instagramable begitu istilah kekinian kaum muda untuk tempat-tempat yang view-nya bagus, salah satunya Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta ini menjadi museum paling hits di media sosial.
Letak Benteng Vredeburg Yogyakarta di kawasan nol kilometer pusat Kota Yogyakarta dan dikelilingi bangunan kolonial peninggalan Belanda menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Selain dari usia dan megahnya bangunan yang sangat terawat, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta juga mempunyai nilai tinggi karena menyimpan ribuan koleksi bersejarah saksi perjuangan bangsa Indonesia dari jaman masa pertempuran Diponegoro hingga masa Orde Baru. Sangat disayangkan apabila masyarakat awam masih memandang sebelah mata keberadaannya. Hal tersebut menjadi tantangan bagi pengelola museum untuk dapat merubah kaca mata masyarakat agar museum dapat lebih tampak jelas fungsi dan peranannya. Media untuk membenahi kaca mata masyarakat terhadap museum adalah melalui sosialisasi museum, yang salah satu modelnya dengan penyelenggaraan pameran.
Pameran merupakan media efektif untuk menyampaikan pesan museum kepada masyarakat. Pameran tidak akan berhasil jika masyarakat enggan mengunjunginya. Hal itulah yang kemudian menjadi masalah bagi beberapa museum di Indonesia, yaitu masyarakat enggan berkunjung ke museum. Namun bagi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, hal itu justru memancing inspirasi untuk lebih kreatif lagi dalam menyusun program-programnya agar semakin dekat dengan masyarakat. Ketika keengganan masyarakat untuk berkunjung ke museum dipandang sebagai hambatan, maka Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta membaliknya menjadi sebuah kesempatan, yaitu kesempatan untuk lebih kreatif memunculkan kegiatan yang berorientasi pada “Museum Berkunjung ke Masyarakat”. Pola pikir itulah yang kemudian melahirkan ide atas gagasan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta menggelar pameran di Hartono Mall Solo Baru.
Pameran dengan tema sepekan bersama Museum Benteng Vredeburg ini digelar selama tanggal 11-15 November 2015 dengan judul “Pahlawanku Inspirasi Bangsaku”. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta akan mengajak masyarakat pengunjung Hartono Mall dan pengerahan pelajar untuk melakukan kontemplasi, dan belajar dari sejarah. Kisah-kisah kepahlawanan yang disajikan melalui jejak-jejak sejarah para pahlawan diharapkan dapat menginspirasi generasi muda, khususnya para pelajar untuk dapat berkarya demi kemajuan bangsa dan negara. Museum memang sangat erat dengan kelampauan, namun bukan berarti museum apatis terhadap masa depan. Peristiwa masa lampau hanya akan berlalu begitu saja tanpa makna, jika tidak dipentaskan kembali dan dimaknai dengan konteks kekinian. Belajar sejarah sangat penting, untuk melahirkan generasi-generasi yang bijak.
Pembukaan Pameran “Pahlawanku Inspirasi Bangsaku” diawali dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya oleh segenap tamu undangan, dan tarian pembuka (Golek Lambangsari) menyambut kedatangan tamu undangan. Sambutan Kepala Museum Benteng Vredeburg dan dilanjutkan sambutan sekaligus membuka rangkaian acara pameran dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah.
Pemukulan Gog sebagai simbol bahwa Pameran “Pahlawanku Inspirasi Bangsaku” resmi dibuka. Setelah penyerahan kenang-kenangan untuk Kepala Dinas Pendidikan Sukoharjo dan Kepala Dinas Pariwisata Sukoharjo, para tamu undangan mengunjungi tata pameran.