You are currently viewing Diorama Stasiun Pemancar Radio Dalam Perang Gerilya – Diorama III Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta

Diorama Stasiun Pemancar Radio Dalam Perang Gerilya – Diorama III Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta

 

 

Diorama III Menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak disepakatinya Perjanjian Renville tahun 1949 sampai dengan adanya pengakuan Kedaulatan RIS tahun 1949. Salah satu adegan Dome kelima pada Diorama III adalah Diorama Adegan Kegiatan di stasiun pemancar radio PC-2 di playen Gunung Kidul dalam perang gerilya. Berlangsung   di Banaran, Playen, Gunung Kidul  pada  tanggal  Tahun 1949.

 

Peranan Radio dimasa perang sangat penting. Disamping sebagai sarana komunikasi  dan informasi, juga sebagai sarana untuk mengobarkan semangat juang rakyat. Dalam keadaan darurat, berbagai cara dilakukan. Ketika terjadi Agresi Militer Kedua Belanda, Stasiun darurat Radio Angkatan Udara Republik Indonesia PHB-PC2 yang berhasil diselamatkan di rumah keluarga Pawirosetomo di desa Banaran, Playen, Gunung Kidul telah disimpan sejak bulan Januari sampai dengan awal Maret tahun 1949.

Pemancar radio tersebut semula berada di Lapangan Gading  yang  tidak jauh dari Wonosari. Pemancar radio tersebut menurut pertimbangan harus dipindahkan ke suatu tempat yang aman dari pengamatan Belanda. Setelah diadakan peninjauan ke berbagai desa, maka Kampung Banaran Playen dianggap aman dan tenang untuk dijadikan tempat pemindahan pemancar radio tersebut.  Tepatnya adalah di rumah keluarga Pawirosetomo. Pemancar hanya beroperasi pada malam hari untuk menghindari intaian musuh. Antena yang dipakai dikerek diantara dua batang pohon kelapa yang kalau sudah selesai mengudara digulung kembali. Sedangkan generator diletakkan di bawah tanah, tepatnya dibawah luweng (perapian untuk memasak nasi) sehingga secara sekilas tidak terlihat mencurigakan.

Operasional radio pemancar milik AURI PC 2 di Banaran tersebut dipimpin oleh Bapak Budiharjo (Mantan Menteri Penerangan RI) yang tinggal bersama beberapa anak buahnya dirumah Bapak Pawirosetomo.  Dari rumah itulah dapat dipancarkan berita yang menangkal adanya berita bohong Belanda yang mengatakan bahwa RI bersama TNI telah hancur.  Juga keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 dalam menguasai Yogyakarta selama kurang lebih 6 jam dapat disiarkan melalui radio ini ke seluruh penjuru dunia. Sehingga mampu memecahkan mitos yang diciptakan oleh Belanda bahwa RI dan TNI telah hancur.  Secara berantai berita dikirim dari stasiun pemancar radio ini ke Bukit Tinggi (stasiun radio PDRI), Aceh (stasiun radio AURI), Birma (stasiun radio AURI pada Indonesia Airways di Rangoon) dan India (All India Radio). Selanjutnya melalui  wakil-wakil RI dalam perundingan di DK PBB yang sedang singgah ke India, akhirnya berita besar tentang kebohongan Belanda sampai ke meja perundingan DK PBB. Dengan hadirnya berita ini ke siding DK PBB menyebabkan posisi Belanda menjadi terjepit.

Selama revolusi menghadapi pendudukan Belanda itu kecuali di Banaran Wonosari, didirikan pula pemancar yang kuat di Kotaraja, Bukit Tinggi, Bengkulu, Pakanbaru, Jambi, Tanjung Karang, di Gunung Lawu perbatasan jawa Tengah dengan Jawa Timur, di Madiun dan sebagainya. Dalam rangka pelestarian nilai-nilai kejuangan dari peranan stasiun radio ini maka dibangunlah Monumen Stasiun Radio AURI PC2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul oleh Yayasan 19 Desember 1948 yang diprakarsai dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tanggal 10 Juli 1984.

Sumber : Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta