Diorama II Menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 sampai dengan meletusnya Agresi Militer Belanda I tahun 1947. Salah satu adegan dome ketujuh pada Diorama II adalah Diorama adegan Bekas tawanan Belanda dan Jepang diangkut dengan kereta api dari Stasiun Tugu Yogyakarta menuju Jakarta yang Berlangsung di Stasiun Tugu Yogyakarta pada tanggal 28 April 1946.
Pada tanggal 29 September 1945 mulai didaratkan AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies) dipimpin Letjen Phillip Christison di Jakarta. Kesatuan ini bertugas untuk melucuti dan mengembalikan tentara Jepang ke daerah asalnya, mengevakuasi APWI (Allied Prisoneer War and Interneer) yaitu tawanan Jepang dan Belanda, mengambil alih daerah pendudukan Jepang, dan menjaga keamanan dan ketertiban sehingga pemerintahan sipil berfungsi kembali. Ketika itu tentara Sekutu hanya mengakui kedaulatan Belanda di Indonesia. Sehingga aksi-aksi militer di daerah RI dengan dalih membebaskan APWI sering terjadi seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Magelang, Surabaya dan Malang. Aksi tersebut mendapat perlawanan keras dari para pejuang RI sehingga jatuh korban besar.
Setelah pertempuran antara RI dan Sekutu berakhir maka pada tanggal 1 dan 2 April 1946 diadakan perundingan tentang pemulangan tawanan perang Jepang selama Perang Dunia II yang akhirnya menghasilkan persetujuan yang dikenal dengan “The Yogya Agreement”. Isi dari persetujuan tersebut bahwa pengangkutan dan pelucutan tentara Jepang yang ada di daerah pendudukan RI akan dilakukan oleh TRI. Sedangkan yang berada di daerah pendudukan Sekutu akan dilaCkukan oleh Sekutu. RI akan membantu segala akomodasi yang diperlukan.
Pada tanggal 24 April 1946 mulai dilakukan pengangkutan bekas tawanan perang dan interneeran Sekutu (Allied Prisoneer of War and Interneer) APWI yang pertama kali yang ditawan Jepang selama Perang Dunia II dari daerah RI ke Jakarta. Dalam melaksanakan tugas APWI ini dibentuk suatu panita yaitu “Panitia Oentoek Pengembalian bangsa Djepang dan Asing” yang selanjutnya dikenal dengan POPDA di bawah pimpinan Jenderal Mayor Sudibyo dan Jenderal Mayor Adul Kadir. Untuk pelaksanaannya di setiap daerah dibentuk pos-pos penampungan sementara yang tugas dan pengawasannya dibebankan kepada komandan resimen setempat dibantu dari badan-badan perjuangan yang lain.
Memenuhi apa yang pernah dikemukakan oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang disampaikan kepada Sekutu, maka pada tanggal 28 April 1946 dari Yogyakarta diberangkatkan kurang lebih 550 orang tawanan Belanda dan Jepang dengan menggunakan kereta api istimewa menuju Stasiun Manggarai Jakarta. Berangkat dari Stasiun Tugu Yogyakarta. Tugas pengawalan ini dilaksanakan oleh Kompi Widodo. Ini merupakan pengangkutan yang pertama dari Yogyakarta dan sekaligus menunjukkan itikad baik TRI (Tentara Republik Indonesia) dalam melakukan tugas internasional bahwa pengawalannya sampai ke Jakarta berjalan baik tanpa insiden apapun. Khusus pengangukantan dengan menggunakan pesawat terbang dilaksanakan di Lapangan Panasan Solo dengan pesawat Dakota milik Sekutu.