Diorama II Menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 sampai dengan meletusnya Agresi Militer Belanda I tahun 1947. Salah satu adegan dome kesembilanbelas pada Diorama II adalah adegan Jenderal Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar TNI oleh Presiden Soekarno, yang juga disertai dengan pelantikan pucuk pimpinan TNI yang lain Berlangsung di Gedung Kepresidenan Yogyakarta (Gedung Agung) pada tanggal 28 Juni 1947.
TKR dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945. Lima belas hari setelah berdirinya TKR barulah mengumumkan personalia Departeman Keamanan Rakyat. Moh. Soeryoadikoesoemo sebagai Menteri Keamanan Rakyat ad interim, Soepriyadi sebagai pimpinan tinggi TKR, dan Oerip Soemohardjo sebagai kepala staf umum dengan pangkat Letnan Jenderal. Selain Letjen Oerip Soemohardjo, para pejabat tersebut tidak pernah aktif menduduki jabatannya. Mula-mula kepala staf umum menyusun organisasi markas besar, sesudah itu disusun divisi-divisi. Yaitu 10 divisi di Jawa dan 6 divisi di Sumatra. Selanjutnya untuk mengisi kekosongan pimpinan tertinggi TKR, maka pada tanggal 12 November 1945 diadakan konferensi TKR di Yogyakarta yang dihadiri komandan divisi di Jawa dan Sumatra. Hasil konferensi bahwa Kolonel Soedirman terpilih sebagai panglima besar TKR dan Oerip Soemohardjo tetap sebagai kepala staf umum. Tanggal 18 Desember 1945 Kolonel Soedirman ditetapkan sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal. Bulan itu juga diadakan rapat dengan panglima-panglima divisi untuk meninjau kembali organisasi. Tanggal 1 Januari 1946 Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi Tentara Keselataman Rakyat. Tanggal 24 Januari 1946 berganti lagi menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia).
Kurang lebih satu bulan setelah Tentara Republik Indonesia (TRI) dibentuk, pemerintah berusaha mempersatukan kekuatan-kekuatan bersenjata, baik itu tentara reguler maupun laskar-laskar perjuangan yang sebagian besar bernaung di bawah partai-partai yang ada waktu itu. Langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah dalam usahanya untuk mempersatukan kekuatan bersenjata adalah melalui Penetapan Presiden tanggal 23 Pebruari 1946 dengan membentuk Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara yang baru berhasil terbentuk pada bulan Maret 1946. Pada tanggal 17 Mei 1946 panitia tersebut mengumumkan hasil kerjanya yang berisi saran-saran tentang bentuk kementrian pertahanan, bentuk tentara, organisasi tentara dan sebagainya. Disamping itu memutuskan pula bahwa laskar-laskar yang tidak bersedia bergabung dalam TRI kemudian diberi nama Biro Perjuangan.
Pada bulan Mei 1946 pemerintah kemudian melantik pejabat-pejabat teras TRI, antara lain Panglima Besar, Kepala Staf Umum dan Panglima Divisi. Pada waktu itu Divisi di Jawa dikurangi menjadi 7 sedangkan di Sumatra tetap. Dengan dibentuknya Biro Perjuangan yang merupakan biro khusus di dalam Kementrian Pertahanan, maka sampai tahap ini usaha pemerintah belum mencapai sasaran. Setelah melalui berbagai usaha yang, akhirnya disepakati oleh semua pihak mengenai penyatuan kekuatan bersenjata secara bertahap.
Kemudian pada tanggal 7 Juni 1947 keluarlah Penetapan Presiden yang isinya antara lain : Mulai tanggal 3 Juni 1947 disahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan dinyatakan semua laskar serta badan perjuangan secara serentak dimasukkan ke dalam TNI. Pimpinan TNI dipegang oleh pucuk pimpinan TNI yang merupakan pimpinan kolektif yang terdiri atas kepala dan anggota. Kepala pucuk pimpinan dijabat oleh Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman dan anggota-anggotanya terdiri dari Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, Laksamana Muda M. Nazir, Komodor Udara S. Suryadarma, Soetomo (Bung Tomo), Ir. Sakirman dan Djoko Suyono. Setelah dengan resmi TNI berdiri maka pada tanggal 28 Juni 1947 di Istana Presiden Yogyakarta (Gedung Agung) Jenderal Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia.
Sumber : Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta