Diorama II Menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 sampai dengan meletusnya Agresi Militer Belanda I tahun 1947. Salah satu adegan dome kesembilan pada Diorama II adalah Pangsar Soedirman memberi amanat setelah acara konferensi TKR yang memutuskan beliau sebagai Panglima Besar yang Berlangsung di Markas Besar Umum TKR Yogyakarta, (Sekarang Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama) Jl. Jenderal Soedirman Yogyakarta pada tanggal 5 Oktober 1945.
Pertama dibentuk pada tanggal 22 Agustus 1945, suatu badan yang bertugas menjaga keamanan negara adalah BKR (Badan Keamanan Rakyat) dibawah pimpinan Kasman Singadimeja. BKR tersebut bukanlah tentara. Hal itu untuk memberi kesan bahwa bangsa Indonesia tidak meninggikan permusuhan dengan bangsa lain yang waktu itu masih berada di Indonesia yaitu pasukan pendudukan Jepang. BKR beranggotakan personil-personil bekas PETA dan HEIHO. Senjata yang disandang anggota BKR hanya sedikit, sebagian besar bersenjata tajam. Persenjataan menjadi bertambah banyak jumlahnya karena terjadinya aksi pelucutan senjata Jepang.
Dengan datangnya tentara Sekutu pada bulan September 1945, eksistensi BKR sulit dipertahankan. Karena kedudukannya yang otonom di bawah KNI (Komite Nasional Indonesia) maka pemerintah sulit mengontrol kekuatannya. Disamping itu ketika terjadi pelucutan senjata Jepang banyak senjata yang jatuh ke tangan pemuda yang bukan BKR, sehingga sangat menyulitkan pengawasan pemerintah. Oleh karena itu pada tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan Maklumat yang berbunyi, “Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakanlah satu Tentara Keamanan Rakyat”. Maklumat tersebut ditandatangani oleh Presiden Soekarno. Sekarang jelas bahwa lembaga ini menjadi tentara yang bernaung dibawah pengawasan pemerintah pusat. BKR yang didalamnya terdapat BKR Darat, BKR Laut, BKR Udara kemudian terintegrasi menjadi TKR Darat, TKR Laut dan TKR Udara.
Dalam sidangnya tanggal 15 Oktober 1945 di Jakarta kabinet memutuskan bahwa markas besar umum (MBU) TKR berkedudukan di Yogyakarta, sekaligus menunjuk bekas Mayor KNIL Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf Umum Angkatan Perang yang bertugas menyusun TKR dan perkembangannya. Semula MBU TKR bertempat di Grand Hotel (sekarang Hotel Garuda), kemudian dipindahkan ke Gedung yang terletak di Jl. Jenderal Soedirman Yogyakarta (sekarang Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama). Sebagai Menteri Keamanan Rakyat waktu itu ditunjuk Moh. Sulyoadikusumo. Pemimpin tertinggi TKR ditentukan pada tanggal 20 Oktober 1945 yaitu Soepriyadi seorang tokoh pemberontakan PETA di Blitar Januari 1945. Karena sejak tanggal tersebut hinga akhir bulan Okboter 1945 Soepriyadi belum diketahui jejaknya, MBU TKR berada di tangan Letjen Oerip Soemoharjo.
Pada tanggal 30 Oktober 1945 MBU TKR Yogyakarta juga mengeluarkan pengumuman tentang pengangkatan Anggota Agung Markas Tertinggi bagian MBU TKR yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sri Susuhunan Paku Buwono XII, Sri Mangkunegara dan Sri Paku Alam VIII. Selain itu diangkat pula sebagai opsir penghubung yaitu Gusti Pangeran Haryo (GPH) Sulyohamijoyo untuk divisi istimewa Surakarta dan Bendara Pangeran Haryo (BPH) Bintoro untuk divisi istimewa Yogyakarta.
Tanggal 12 November 1945 diadakan konferensi TKR yang dihadiri oleh para panglima dan komandan divisi se Jawa dan Sumatra di MBU TKR. Hasil konferensi antara lain memutuskan mengangkat Pangsar Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar. Untuk selanjutnya TKR (Tentara Keamanan Rakyat) pada tanggal 1 Januari 1946 dirubah menjadi TKR (Tentara Keselamatan Rakyat). Kemudian pada tanggal 25 Januari 1946 berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 4/SD TKR dirubah lagi menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia). Dan kemudian pada tanggal 3 Juni 1947 berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 24 tahun 1947 berubah menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia). Segenap anggota angkatan perang yang ada dan segenap anggota laskar yang bersenjata dimasukkan secara serentak ke dalam TNI.