Diorama I menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak Perang Diponegoro (1825-1830) sampai dengan masa Penjajahan Jepang (1942-1945). Salah satu adegan yang terdapat di dome kelima Diorama I adalah adegan Ki Hadjar Dewantara sedang menyampaikan gagasannya pada saat dicetuskannya berdirinya National Onderwijs Instituut Tamansiswa. Bertempat di Jl. Tanjung No. 32 (sekarang Jl. Gadjah Mada No. 32) Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922.
Sejarah singkat dari diorama tersebut menceritakan pada masa kolonial terjadi ketimpangan dalam hal pemerataan pendidikan. Sistem pendidikan yang berlaku lebih banyak berorientasi pada kepentingan bangsa Belanda dari pada rakyat pribumi. Hal ini menjadi tantangan bagi bagi kaum pergerakan untuk menciptakan iklim yang baru dalam dunia pendidikan yang berdasarkan pada kebudayaan dan kepentingan rakyat Indonesia. Dari mereka lahir gagasan untuk mengentaskan bangsa Indonesia dari penindasan tersebut. Mereka kemudian membentuk sebuah forum untuk membicarakan masalah nasib bangsa Indonesia yang kemudian dikenal dengan “Perkumpulan Selasa Kliwon” di Yogyakarta. Forum ini beranggotakan antara lain RM. Soetatmo Soerjokoesoemo, RM. Soerjopoetro, BRM. Soebono, Ki Pronowidigdo, RM. Soewardi Soerjoningrat (Ki Hadjar Dewantara), Ki Ageng Soerjo Mataram, Ki Soetopo Wonoboyo dan RM. Gondo Atmodjo.
Dari beberapa pertemuan, mereka telah berhasil membangun niat untuk membangun jiwa merdeka Bangsa Indonesia. Oleh karenanya dilanjutkan dengan pembagian tugas sebagai berikut :
– RM. Soewardi Soerjoningrat (Ki Hadjar Dewantara) bertugas dalam masalah pendidikan anak.
– Ki Ageng Soerjo Mataram bertugas menggarap jiwa merdeka bagi orang dewasa. Media ajarannya terkenal dengan “Kawruh Begja”.
– RM. Soerjopranata (kakak Ki Hadjar Dewantara) seorang tokoh SI dan pemimpin Adidharma bertugas mematangkan pikiran kaum buruh, yang karena keberaniannya mendapat julukan de staking konig (raja pemogokan)
Ketika hasrat akan pengajaran rakyat bumi putra sedang bergolak-golak, RM. Soewardi Soerjoningrat tokoh Perkumpulan Selasa Kliwon, pada tanggal 3 Juli 1922 berhasil mendirikan National Onderwijs Instituut Tamansiswa di Tanjung Weg 32 (sekarang Jl. Gadjah Mada 32 Yogyakarta). Sistem pendidikan di dalamnya terkenal dengan Sistem Among yang mendasarkan pada dua landasan pokok yaitu : Pertama, Kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir-batin, sehingga dapat hidup berdiri sendiri. Dan kedua, Kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
Pada tanggal 6 Januari 1923 di dalam National Instituut Tamansiswa dibentuk sebuah majelis yang disebut “Instituutraad” yang bertugas memperlancar jalannya pendidikan. Dalam konferensi di Yogyakarta pada tanggal 20 – 22 Oktober 1923, perguruan ini memperluas Instituut menjadi Hoofdraat (majelis luhur), dengan susunan sebagai berikut :
Ketua : RM. Soetatmo Soeryokoesoemo
Ketua II : RM. H. Soerjopoetro
Panitera Umum : Ki Hadjar Dewantara
Anggota : Ki Pronowidigdo, M.Ng. Wiyodihardjo, R. Roedjito, Mr. Soeyoedi, RM. Soeryodipoero
Penasehat : Ki Prawirowiworo
Baru pada tahun 1930 nama National Onderwijs Instituut Tamansiswa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Perguruan Nasional Tamansiswa.
Sumber : Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta