Seminar Nasional RUU Kebudayaan Digelar

0
1667

Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan telah memasuki tahap akhir, yaitu  pembahasan antara tingkat II Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Pemerintah melalui Panitian Kerja atau Panja. Sebagai masukan terhadap RUU Kebudayaan, Kemendikbud berpartisipasi di dalam Seminar Nasional Kebudayaan yang diselenggarakan di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Rabu (8.2.2017).

Saat menghadiri Seminar Nasional RUU Kebudayaan, Direktur Jendreral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjenbud Kemendikbud) Hilmar Farid menggarisbawahi fokus perhatian dari pembahasan Seminar RUU Kebudayaan tersebut. “Pertama, persoalan terkait jati diri atau identitas, seperti anak-anak yang sudah tidak mengenal sejarahnya sendiri, kalangan muda yang tidak terlalu peduli terhadap tradisi, lebih senang mencontoh keadaan diluar. Kita sekarang di dalam in limbo, artinya yang dituju belum dicapai yang mau ditinggalkan sudah lewat, jadi kita berada ditengah-tengah ini mengambang saja, yang membuat kita tidak tahu arah mau kemana,” ujarnya.

Kemudian, kedua, segi ekonomi, lanjut Dirjen Hilmar, seperti kata bapak presiden dalam sidang bersama rektor-rektor Indonesia, kita ini susah sekali untuk menjadi negara industri yang hebat dalam manufaktur, teknologi tinggi dan lain sebagainya. Tetapi kalau dilihat seni budaya, kita ini mungkin tidak ada tandingannya, mungkin DNA kita ini adalah DNA kebudayaan.

Selanjutnya, ketiga, fokus mengenai ketahanan. “Jaman sekarang ini bukan sekedar perang senjata, perang sekarang adalah perang pengaruh dan pengaruh itu salah satu jalannya melalui kebudayaan. Jika dilihat sehari-hari, mengapa anak-anak sekarang pintar bahasa korea?,” jelasnya.

Menurutnya, fenomena tersebut terjadi karena kegemaran anak Indonesia untuk menonton Film Korea dibandingkan dengan film dengan bahasa daerahnya sendiri.

Ferdiansyah, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, mengungkapkan harapan akan pembahasan RUU, “Kami mengharapkan bahwa UU ini dapat menyelesaikan permasalahan bangsa. Termasuk diantaranya adalah pedesaan, jika kita melihat, guyup di masyarakat desa juga mulai berkurang, seperti kegotong-royongan, kepedulian dan kepekaan antar sesama. Untuk itu kebudayaan menjadi daya tawaran cara untuk melalui saat genting ini, mudah-mudahan terselesaikan.” ungkapnya.

Semangat pembahasan RUU ini adalah untuk melaksanakan amanat Pasal 32 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu mengenai peran Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Dirjen Hilmar berharap, usai disahkan, UU ini dapat mampu berinovasi berbasis pengetahuan dan identitas, adaptif tentang khas dalam menghadapi perubahan-perubahan, membangun komunitas lintas budaya, berpikir terbuka dan kritis, serta menumbuhkan jiwa kolaborasi.

“UU ini dibuat memang karena ada relevan dengan tujuan negara ini, sangat jelas di dalam alinea terakhir pembukaan UUD 1945; negara dibentuk untuk melindungi segenap bangsa dan tanah air, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan turut menjaga tertib dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” tutupnya.