Pemilu 1955

Bogor (29/4) Pada tahun 1950an Indonesia sedang mencari bentuk pemerintahannya yang cocok dalam berdemokrasi yang membuat berbagai ancaman dari dalam negeri seperti DI/TII di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan yang menentang pemerintahan yang sah saat itu. Kemudian muncul juga gerakan RMS di Maluku yang dibentuk oleh mantan anggota KNIL yang ingin memisahkan diri dari NKRI.

Dalam suasana seperti itu pada bulan September 1955 Pemilu pertama kalinya diadakan di Indonesia untuk memilih anggota parlemen. Pada bulan Desember 1955 diadakan juga pemilihan anggota Dewan Konstituante yang akan membuat UUD baru. Pemilu 1955 menghasilkan 4 partai besar, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, NU, dan Partai Komunis Indonesia.

Hasil dari Pemilu 1955 yang diharapkan mampu memecahkan berbagai masalah dan Dewan Konstituante mampu menghasilkan UUD baru gagal dikarenakan adanya perdebatan ideologis dalam menetukan pilihan dasar Islam dan Pancasila. Perdebatan yang menghangat tersebut Wakil Presiden Muhammad Hatta mengundurkan diri pada tahun 1956. Ia melihat betapa Presiden Soekarno semakin gelisah menghadapi pertarungan politik antar partai sehingga membiarkan dirinya terbawa irama perdebatan tersebut.

Kabinet Ali Sasroamidjojo hasil pemilu yang didukung 3 partai besar mengembalikan mandatnya. Pertentangan politik dan ideologis menjadi penghambat usaha pemecahan masalah. Pada bulan Mei 1957 Kabinet Djuanda terbentuk dan Presiden menjalankan konsepsinya untuk membentuk Dewan Nasional yang berfungsi sebagai perantara dan penasehat dari 3 kelembagaan Presiden, Kabinet dan Parlemen.