Gus Dur dan Pluralisme

Bogor (7/4) Sebelum menjabat sebagai Presiden, Abdurrahman Wahid dikenal sebagai tokoh yang memperjuangkan hak-hak kaum minoritas. Dalam pandangannya setiap warga negara sama di depan hukum. Padangan ini merupakan esensi dari ajaran Islam yang tidak membedakan siapapun, dari golongan manapun maupun dari agama apapun, karena Islam rahmat bagi semesta alam.

Sikap yang mengayomi pada kaum minoritas, baik itu minoritas etnis maupun agama atau segmen kultural lainya, membuat Gus Dur sering kali menghadapi rintangan dan hambatan, dicekal, difitnah, dicaci, bahkan ada ancaman fisik. Namun dengan tekad yang bulat dan ditambah dengan ketulusan dan kesabaran beliau mengalahkan berbagai hambatan dan tekanan tersebut.

Saat menjadi Presiden, gagasan tentang Pluralisme dan pembelaan terhadap kaum minoritas, langsung direalisasikannya. Pencabutan Inpres No. 14 tahun 1967 yang di keluarkan oleh Premerintahan Presiden Soeharto. Selanjutnya Gus Dur mengeluarkan PP No.6 tahun 2000 tanggal 31 Maret 2000 tentang penetapan Imlek sebagai Hari Libur Nasional. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah diakuinya agama Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia. Akibat dari itu semua adalah masyarakat Tionghoa di Indonesia mengangkat Gus Dur menjadi Bapak Tionghoa Indonesia pada tanggal 24 Agustus 2014.