You are currently viewing Hari Angkutan Nasional

Hari Angkutan Nasional

Setiap 24 April diperingati sebagai Hari Angkutan Nasional. Pengaturan mengenai angkutan umum berada di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan. Menteri Perhubungan pertama Republik Indonesia adalah Raden Mas Abikoesno Tjokrosoejoso. Abikoesno adalah salah satu Bapak Pendiri Kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan representatif kalangan Islam anggota Panitia Sembilan yang bertugas merancang Pembukaan UUD 1945 atau yang dikenal dengan Piagam Jakarta.

Abikoesno terlahir dari keluarga priyayi terhormat di Dolopo, Madiun pada tanggal 15 Juni 1897. Ayahnya adalah R.M. Tjokroamiseno seorang Wedono Distrik Kanigoro, Madiun. Pada 8 Juni 1917, ia lulus dari Kiningin Emma School Surabaya. Ia adalah tipe pelajar otodidak yang ulet dan selalu berkeinginan keras untuk dapat belajar secara mandiri sehingga ia diterima di Architectsexamen di Jakarta dan lulus pada 7 Februari 1925. Pada tahun yang sama, ia pun berhasil meraih gelar arsiteknya melalui kursus tertulis yang dikirimkan dari Negeri Belanda yang ia pelajari secara korespondensi. Semua materi ditekuni dan permasalahannya dipecahkan sendiri sehingga ia sukses menyelesaikan studinya dengan baik. Abikoesno adalah insinyur swasta yang lulus ujian untuk mendapatkan ijin praktek sebagai arsitek melalui BOW (Burgelijke Openbare Werken – Kantor Pekerjaan Umum) Hal ini karena Abikoesno seorang yang agamis dan nasionalis tidak mau menggantungkan nasib pada penjajah dengan menjadi seorang pamong praja, Pegawai pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1934, R.M. Abikoesno memimpin Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Sebelumnya Abikoesno adalah pengurus cabang Kediri sekaligus juga sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Mingguan Sri Joyoboyo yang vokal mengangkat masalah ekonomi, sejarah, kebudayaan, dll.

Di awal masa pemerintah penjajahan Jepang, telah direncanakan susunan Badan Pemerintah Indonesia yang terdiri dari R.M. Abikoesno Tjokrosoejoso sebagai premier, Ir. Soekarno sebagai vice premier dan pemimpin pergerakan lainnya sebagai minister. Pada 29 April 1945 dibentuka Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Jumbi Cosakai yang merupakan langkah kongkrit pertama Perdana Menteri Kaiso yang telah menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia akibat semakin terjepitnya pertahanan Jepang pada Perang Pasifik melawan tentara sekutu. Badan ini diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat dan anggota berjumlah 60 orang Indonesia yang berasal dari Jawa, Sumatra, Maluku, Sulawesi serta beberapa Peranakan Eropa, Cina dan Arab. Abikoesno merupakan salah satu perwakilan tokoh Islam yang turut aktif menyumbangkan pikiran dalam mempersiapkan Indonesia merdeka pada sidang-sidang BPUPKI.

Pada sidang 10 Juli 1945 di Gedung Pejambon Jakarta ditetapkan Panitia Kecil yang berjumlah 9 orang atau lebih dikenal dengan Panitia Sembilan. Abikoesno bersama dengan Ir. Soekarno sebagai ketua, Moh. Hatta, Subardjo, Wachid Hasyim, Kyai Kahar Muzakkir, Muh. Yamin, H. Agus Salim dan Mr. Maramis bergabung dalam Panitia Sembilan ini. Panitia Sembilan bertugas untuk menyempurnakan azas dan dasar negara dan berhasil merumuskan rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar. Pada sidang lanjutan tanggal 14 Juli 1945, Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja Panitia Kecil yang berhasil merumuskan Pembukaan Undang-Undang Dasar atau lebih dikenal dengan (Piagam Jakarta) yang mencantumkan rumusan dasar negara dan Undang-Undang Dasar yang terdiri dari 42 Pasal.

Setelah dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 ke seluruh pelosok tanah air dan penjuru dunia, keesokan harinya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama kali di Gedung Kesenian Jakarta dan menghasilkan beberapa keputusan ketatanegaraan serta landasan politik bagi Indonesia merdeka. Keputusan yang diambil diantaranya adalah pengesahan Undang-Undang Dasar Negara dan memilih Presiden dan Wakil Presiden yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta serta Presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Sidang kedua PPKI pada 19 Agustus 1945 menetapkan terbentuknya dua belas departemen dan Abikoesno ditunjuk menjadi Menteri Perhubungan yaitu dari tanggal 19 Agustus – 14 Nopember 1945. Walaupun masa jabatan yang relative singkat, Abikoesno telah banyak memberikan sumbangsih untuk memperlancar transportasi di wilayah Indonesia. Ia mulai membuka akses perhubungan antar kota seperti dibukanya jalur kereta api Jakarta-Merak dan berhasil menyusun program pembaruan perhubungan yang merupakan faktor penting dalam meningkatkan perekonomian, perdagangan dan lain-lain.

Selain sebagai seorang politikus yang memiliki andil besar dalam pendirian Kemerdekaan Indonesia, Abikoesno juga menjalani pekerjaannya sebagai seorang arsitek yang membuatnya terpaksa berpindah-pindah kota. Hal ini pun terjadi pada masa kehidupan rumah tangganya dengan R.A. Kusmartinah yang sama-sama berasal dari keturunan keluarga bangsawan Kanjeng Susuhunan Paku Buwono III, Raja Surakarta sebagaimana Abikoesno adalah keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono I, raja Yogyakarta. Mereka dikarunia tujuh orang anak. Sejak awal pernikahan hingga kelahiran anak kedua, mereka tinggal di Kediri selama empat tahun. Kemudian pindah ke Semarang bekerja sebagai pemborong bangunan selama lima tahun. Kemudian pindah ke Bandung selama dua tahun sebelum akhirnya menetap di Jakarta sampai pada masa kemerdekaan. Dalam menekuni profesinya sebagai arsitek, Abikoesno telah banyak memberikan sumbangan karya hasil buah pikir filosofis antara pendidikan barat dan budaya serta tradisi timur dengan tetap berpegang pada prinsip agama. Beberapa bangunan-bangunan hasil karyanya telah menjadi saksi bisu perannya dalam perkembangan pembangunan arsitektur di Indonesia. Salah satu contoh penting di masa penjajahan Jepang adalah ketika ia diperintahkan untuk membangun gedung-gedung baru di Jakarta diantaranya adalah gedung pertahanan dan keamanan, pembuatan kamar bola dan perbaikan Istana Merdeka yang pada saat itu dalam kondisi hampir rubuh. Sedangkan pada masa kemerdekaan, hasil karya arsitektur Abikoesno diantaranya adalah Masjid Asy-Syuro Garut, Pasar Cinde Palembang, Gedung Museum M.H. Thamrin, dan Mesjid Syuhada Kota Baru Yogyakarta.

Abikoesno merupakan pejuang bangsa yang gigih, ulet, disiplin, tegas serta memegang teguh prinsip agama dalam hidupnya. Ia wafat pada 1968 di usia 72 tahun dan dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Surabaya diiringi doa rakyat Surabaya yang turut menghadiri pemakamannya.

Infografis oleh IG @devaptr_12 (PKL SMKN 40 Jakarta)