Berburu Kuliner Khas Peranakan Tionghoa di Bogor

0
3491

Gerbang berwarna merah di seberang Pintu Utama Kebun Raya Bogor menjulang tinggi dengan atap khas negeri bambu berwarna kuning. Dua singa berwarna putih terlihat ‘duduk’ di kiri kanan gapura seolah menjaga kawasan tersebut agar selalu aman

Jalan Suryakencana, atau juga biasa disebut sebagai kawasan Pecinan Bogor ini terletak persis di depan Pintu Utama Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Kawasan yang identik dengan gerbang berbentuk gerbang istana berwarna merah tersebut merupakan tempat dimana banyak aktifitas dan pemukiman orang peranakan disana. Selain terdapat Vihara Dhanagun yang tak jauh dari gerbang masuk, di kawasan ini juga terdapat gang yang sudah dikenal oleh masyarakat luas bernama Gang Aut. Di gang yang berada di ujung Jalan Suryakencana ini, masyarakat dapat mencicipi berbagai kuliner khas peranakan. Berikut 3 kuliner khas peranakan yang wajib dikunjungi ketika berkunjung ke Pecinan, Bogor.

Ngo Hiang

Ngo Hiang merupakan nama kedai sekaligus nama makanan utama yang dijajakan di kedai yang buka sejak pukul 10.00 – malam tersebut. Pemiliknya merupakan keturunan kedua dari Pak Wijaya Candra, yaitu Koh Andri. Kedai ini buka sejak tahun 1992 dan masih ramai dikunjungi pembeli sampai sekarang.

Apa itu Ngo Hiang? Ngo Hiang merupakan penganan serupa batagor namun daging yang digunakan adalah daging babi atau ayam. Ngo Hiang disajikan bersama potongan kentang rebus dan tahu kuning serta acar lobak yang disiram dengan kuah kacang yang kental. Rasanya yang khas membuat kedai ini masih diburu oleh pecinta kuliner khas peranakan. Dengan harga Rp32000,- untuk seporsi Ngo Hiang, pembeli sudah dapat mencicipi kelezatan Ngo Hiang turun temurun ini.

Ngo Hiang sendiri berasal dari bahasa Hokkian yang berarti 5 wangi. Orang Hokkian mempercayai bahwa dalam makanan terdapat 5 rempah utama yang dapat menghasilkan wangi sedap pada makanan yang dimasak. 5 rempah wewangian tersebut adalah pekak, merica Shicuan (Shicuan pepper), kayu manis, jinten, dan cengkeh.

Selain Ngo Hiang, makanan lainnya yang diserbu pembeli di kedai ini adalah Pangsit Penganten. Pangsit Penganten merupakan makanan berupa sup yang berisi soun, kol, ayam suir, bakso goreng, dan pangsit. Sesuai dengan namanya, Pangsit Penganten ini biasa disajikan dalam acara pernikahan orang Tionghoa.

Lumpia Basah

Lumpia basah satu ini sangat legendaris. Terletak persis di sebelah kiri Kedai Ngo Hian, lumpia basah ini sudah dijual sejak tahun 1972 oleh seorang penjual bernama Pak Alen. Namun saat ini digantikan oleh anaknya karena Pak Alen sedang sakit. Meskipun begitu, kedai sederhana lumpia basah ini masih sangat ramai diserbu oleh para pembeli. Tempat berjualan lumpia basah ini sangat sederhana, hanya menggunakan gerobak kecil berwarna hijau sebesar kedai minuman di pinggir jalan. Alat masak yang digunakan juga sederhana, hanya menggunakan anglo dan wajan berukuran sedang untuk menumis isian lumpia.

Tidak seperti lumpia Semarang yang menggunakan rebung, Lumpia Basah Pak Alen ini menggunakan bengkoang sebagai bahan isian lumpia. Bengkoang yang dipotong dadu kecil-kecil tersebut kemudian ditumis bersama toge, telur, ebi, cincangan tahu kuning dan diberi kecap sebagai penambah rasa. Setelah matang, isian tersebut kemudian ditaruh di atas kulit lumpia buatan sendiri. Kulit lumpia yang lebih tebal dari kulit lumpia pada umumnya tersebut diisi dengan isian tadi kemudian dilipat dan dibungkus dengan daun pisang. Tidak lupa saus kacang juga diberikan sebagai tambahan untuk menyantap penganan khas peranakan tersebut.

Rasa dari lumpia basah Pak Alen ini sangat unik akibat campuran bengkoang dengan bahan isian lainnya. Rasa manis dan gurih serta rasa kacang dan tekstur yang tebal dari kulit lumpia membuat penganan ini cocok dijadikan cemilan yang mengenyangkan. Harganya sebesar Rp13.000,- untuk 1 porsi lumpia basah. Kekurangan lumpia basah ini hanya satu, yaitu tidak tersedianya tempat duduk untuk pembeli yang ingin menyantap langsung lumpia ini.

Martabak Ncek

Martabak ini sudah ada sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Tempat yang digunakan untuk berdagang sangat sederhana, berupa gerobak kecil dengan cat warna hijau pupus. Pedagangnya pun seorang kakek tua berusia kira-kira 70 tahun ke atas. Para pembeli dan orang sekitar biasa menyebut martabak ini dengan nama martabak Ncek. Martabak ini merupakan martabak Bangka dengan aneka varian rasa manis. Rasanya yang enak dan khas menjadikan para pembeli rela mengantri lama dan menunggu dengan sabar untuk dilayani oleh sang kakek yang berdagang sendiri ini. Martabak Ncek buka sejak sore hari, dari pukul 5 sore sampai habis.

Itulah 3 kuliner khas masyarakat peranakan yang berada di Gang Aut, Jalan Suryakencana, Bogor. Selain menawarkan wisata kuliner peranakan, di sekitar Pecinan ini juga menawarkan lokasi-lokasi foto yang sayang untuk dilewatkan.