Identitas Cagar Budaya
No. SK : 370/M/2017
Nama  : Rumah Bekas Kediaman Bung Karno di Bengkulu
Lokasi : Jln. Sukarno Hatta Nomor 8 RT: 05 RW: 02, Kota Bengkulu, Bengkulu

Perjuangan presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda tidak dapat dilepaskan dari pengasingan-pengasingan yang pernah dialaminya. Awalnya Bung Karno bersama dengan Maskoen Soepriadinata dan Gatot Mangkoepradja pada tanggal 29 Desember 1929 ditangkap oleh Belanda dan dijebloskan ke penjara Banceuy. Setelah diadili dan dinyatakan bersalah karena melakukan tindakan yang meresahkan pemerintah Belanda akhirya beliau dipindahkan ke penjara Sukamiskin di Bandung. Karena dirasa masih sangat vokal dan berbahaya bagi pemerintahan Belanda, setelah bebas pada tanggal 31 Desember 1931, beliau kemudian diasingkan ke daerah-daerah yang sulit di akses pada saat itu.

Penyambung lidah rakyat Indonesia ini pernah dikucilkan ke Ende, Nusa Tenggara Timur. Selama di Ende Bung Karno mengalami sakit keras akibat wabah malaria. Tekanan untuk memindahkan Bung Kanro dari Ende disuarakan oleh para tokoh di Batavia, salah satunya oleh Mohammad Husni Thamrin. Thamrin yang pada saat itu merupakan anggota Volksraad (Dewan Rakyat) melayangkan protes kepada pemerintah Belanda. Aksi protes tersebut kemudian membuahkan hasil, Bung Karno dipindahkan dari Ende ke Bengkulu sebagai tempat pengasingan selanjutnya. Selama pengasingannya di Bengkulu, Bung Karno ditempatkan di sebuah rumah yang awalnya adalah tempat tinggal pengusaha yang bernama Tan Eng Cian. Tan Eng Cian menyuplai bahan pokok untuk kebutuhan pemerintahan kolonial Belanda.

Terletak di jantung Kota Bengkulu, rumah yang berada di Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Gading Cempaka ini adalah rumah pengasingan sang Bapak Proklamator tersebut. Beliau diasingkan seorang diri ke Bengkulu pada tahun 1938 dan beberapa minggu kemudian disusul oleh istrinya saat itu, Inggit Garnasih dan anak angkatnya Ratna Djuami. Bung Karno menempati rumah ini dari tahun 1938 hingga tahun 1942.  

Bung Karno di hlaman rumah pengasingannya di Bengkulu

Oleh masyarakat Bengkulu awalnya Bung Karno dianggap sebagai orang aneh sebab sikapnya yang sangat berapi-api dalam menjalin korespondensi. Banyak masyarakat yang takut dan menganggap Bung Karno akan memberikan pengaruh buruk. Meski diasingkan, gerak geriknya untuk membangkitkan semangat masyarakat merdeka dari penjajahan bangsa asing terus dilakukan. Beliau selalu mencari celah untuk memotivasi rakyat Bengkulu untuk merdeka. Untuk mengatasi persoalan tersebut akhirnya Bung Karno merenovasi ulang masjid yang terletak di Kelurahan Bajak. Tindakan beliau tersebut menarik banyak perhatian masyarakat untuk bercakap-cakap dengannya. Untuk menarik pemuda, Bung Karno membuat sebuah grup pertunjukan bernama Monte Carlo. Di pertunjukan musik dan drama ini, Bung Karno menulis sendiri naskahnya. Ia memasukkan nilai-nilai sosial dan nasionalisme dengan cara yang indah.

Masjid yang di desain ulang oleh Soekarno selama pengasingan di Bengkulu

Dulu luas keseluruhan rumah ini mencapai 4 hektar. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, oleh Pemerintah Propinsi Bengkulu lahan yang ada kemudian dibagi-bagi untuk rumah penduduk dan sebagian untuk gedung instansi pemerintah daerah setempat. Rumah dengan luas lahan  4.813 m² ini dikelilingi oleh pagar. Bangunan induk atau utama didirikan pada awal abad XX dengan denah berbentuk empat persegi panjang, dengan luas bangunan 162 m². Bangunan induk atau utama terletak di tengah halaman dan paviliun terletak di belakang bangunan induk. Bangunan induk tersebut terdiri dari teras yang berhubungan dengan ruang tamu dan beberapa kamar serta memiliki teras belakang. Bangunan ini memiliki atap limas, tidak berkaki dan dindingnya polos. Pintu masuk utama berdaun ganda, dengan bentuk persegi panjang. Bentuk jendela persegi panjang dan berdaun ganda. Di sisi kanan terdapat tiga kamar dan di sisi kiri terdapat dua kamar tidur. Pada bagian belakang rumah terdapat beranda. Pada bagian kanan terdapat bangunan memanjang ke belakang, terdiri atas lima petak, di antaranya merupakan kamar kecil atau kamar mandi, sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai gudang dan dapur.

Di dalam rumah pengasingan ini tersimpan beberapa benda peninggalan Bung Karno yang memiliki nilai sejarah. Benda-benda tersebut terdiri atas benda asli dan benda tiruan yang merupakan saksi bisu yang menemani sang Proklamator dalam menyusun strategi-strategi perjuangan selama di pengasingan. Meskipun rumah ini tidak terbilang besar, namun pembagian ruang dan penataan benda-benda berharga tersebut cukup rapi dan teratur.

Rumah Bekas Kediaman Bung Karno tampak depan

Setelah kemerdekaan bangunan klasik beroramen Eropa dan Cina Setelah masa kemerdekaan, bangunan ini digunakan sebagai markas PRI, rumah tinggal AURI, stasiun RRI, kantor pengurus KNIP, dan sekarang sepenuhnya dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata. Mengingat betapa berperannya bangunan ini dalam perjuangan Ir. Soekarno selama dipengasingan, pada tanggal 29 Desember 2017, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan rumah bersejarah ini sebagai Cagar Budaya berperingkat Nasional dengan Surat Keputusan Nomor 370/M/2017.