Diskusi Sistem Pengetahuan dan Tradisi Bahari

0
2872

Jakarta— Rangkaian Kongres Nasional Sejarah X masih terus berlanjut. Hari ini, Rabu (9/11), menghadirkan tiga pembicara untuk membahas Sistem Pengetahuan dan Tradisi Bahari di Ruang Candi Dieng II, Grand Sahid Jaya. Pembicara pertama ialah pengajar program studi Ilmu Sejarah Universitas Muhamadiyah Purowokerto Arifin Suryo Nugroho mengenai Jung Jawa: Jejak Kejayaan Maritim Jawa Masa Silam. Arifin berujar bahwa Jung Jawa adalah sebutan kapal perang dan niaga yang pernah ada di Nusantara sekitar abad ke-8 hingga abad ke-17.

Pada zamannya, kapal ini cukup dikenal dikalangan para pelaut dunia sebagai kapal dengan ukuran besar yang mengusai jalur perdagangan Asia, khususnya di Selat Malaka. “Kapal Jung Jawa ini menguasai jalur rempah yang sangat vital, antara Maluku, Jawa dan Malaka. Hal ini seperti yang dikatakan oleh komandan armada Portugis, Alfonso de Albuquerqe bahwa Nusantara ialah asal-usul dari Kapal Jung-Jung besar,” jelas Arifin.

Dilihat dari fungsinya, Jung Jawa adalah kapal dagang dan dapat digunakan sebagai kapal angkut militer mengingat ukurannya yang besar. Hal ini juga dikemukakan dalam catatan Tomes Pires yang mengatakan bahwa kapal Jung tidak dapat merapat ke dermaga karena ukurannya yang besar, untuk itu diperlukan  adanya kapal-kapal kecil  untuk membongkar muatannya.

img_2461

Pembicara kedua ialah Pengajar dari Unpad Ayu Septiani, S.S., M. Hum. Ayu Setiani memaparkan tradisi bahari yang berkembang dan masih dipertahankan oleh masyarakat Pantai Sindangkerta, Pantai Pamayangsari dan Pantai Karangtawulan yang berada di Kabupaten Tasikmala, Jawa Barat. “Wawasan budaya bahari direfleksikan malalui upacara adat. Salah satu tradisi yang masih dilakukan hingga sekarang ialah upacara hajat laut yang dimaksudkan sebagai ucapan terima kasih terhadap penguasa laut,” tukas Ayu.

Diskusi dilanjutkan dengan pembahasan dari Peneliti pada Yayasan Kajian dan Persentasi Sosial Umar, S.S. Dalam pembahasannya, Umar membahas mengenai Tradisi Bahari Dalam Narasi Sejarah Perantau Bugis. Penulisan sejarah Bugis tidak terlepas dari catatan yang disebut dengan Lontaraq. Dikatakan dalam Lontaraq, budaya bahari hadir dalam narasi perantauan Bugis yang menunjukkan bahwa laut dipakai sebagai jalur mencari pemukiman baru dan juga jalur perdagangan sebagai mata pencaharian. (Wanti)