Pentahelix Revitalisasi Kawasan Sangiran

0
454

Keberhasilan pelestarian Kawasan Sangiran sangat tegantung dari sinergitas antar pihak, menurut Daud Aris Tanudirjo, Dosen Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Hal tersebut menjadi salah satu materi yang disampaikan dalam acara Seminar Daring yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran pada tanggal 27 Mei 2020.
Disampaikan selanjutnya pihak-pihak yang dimaksud adalah akademisi, sektor swasta, pengelola, pemerintah, dan masyarakat. Dalam prinsip pelestarian dewasa ini, khususnya pada warisan dunia, telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam memaknai Value warisan dunia. Tidak lagi hanya mendasarkan pada nilai penting universal dari warisan dunia tersebut, pelestarian warisan dunia juga telah memperhatikan kebutuhan manusia/masyarakat saat ini. Dari pendekatan value-based menjadi pendekatan value-led.
Pendekatan value-led ini merupakan pengembangan value-based ditambah dengan nilai penting bagi masyarakat setempat. Hal ini mencerminkan kesadaran bahwa kelestarian nilai penting itu akan sangat tergantung pada kepedulian masyarakat. Masyakarat hendaknya mempunyai pemahaman bahwa pelestarian warisan dunia selain dapat dimanfaatan juga menuntut partisipasi aktif masyarakat, berbagi tanggung jawab pelestarian dengan semua pihak.
Contoh menarik, menurut Daud, dapat dilihat dari pengelolaan Kakadu World Heritage di Australia Utara. Kakadu dikenal dengan situs seni prasejarah pada bentang alam yang sangat khas, sehingga ditetapkan sebagai World Heritage pada tahun 1981. Yang menarik adalah bahwa Situs Warisan Dunia tersebut di dalamnya terdapat perusahaan tambang. Kakadu dikelola oleh pemerintah, pengelola, komunitas (3 kelompok etnis) yang memiliki sejumlah koperasi, dan juga perusahaan tambang.
Semua pihak aktif dan saling membantu. Peran serta masyarakat dalam hal memanfaatkan situs tersebut sebagai pemandu, penyedia jasa, dan koperasi yang memiliki hotel-hotel besar. Keuntungan dari berbagai kegiatan wisata tersebut digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Yang perlu digarisbawahi adalah, aktivitas-aktivitas tersebut di atas tidak berdampak pada kelestarian situs, bahkan di aktivitas pertambangannya.
Revitalisasi yang dimaknai sebagai pemaknaan baru menjadi cara ampuh untuk menghilangkan kesenjangan antara pelestarian dan pembangunan. Karena dengan sinergi pentahelix yang baik, dari 5 pihak di atas warisan budaya seharusnya dilihat sebagai sumber daya untuk pembangunan berkelanjutan. (ISB)