TRADISI PEMBUATAN KAPAL DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU

You are currently viewing TRADISI PEMBUATAN KAPAL DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU

TRADISI PEMBUATAN KAPAL DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU

TRADISI PEMBUATAN KAPAL DI PULAU PANGGANG
KEPULAUAN SERIBU

Oleh:
Ria Intani T.
(BPNB Jabar)

Kantor Kel. Pulau Panggang
Sumber Foto: Dok. BPNB Jabar

Kepulauan Seribu terdiri atas sejumlah pulau yang mana untuk menuju satu pulau ke pulau lainnya melalui jalur laut. Tidak heran sebagai alat transportasi antarpulau dilakukan dengan kapal. Ada ojeg kapal, yakni kapal untuk mengangkut penumpang antara Pulau Pramuka dan Pulau Panggang. Ada kapal pesiar yang fungsinya melayani wisatawan yang ingin berpesiar mengunjungi beberapa pulau yang ada di Kepulauan Seribu. Ada kapal nelayan untuk alat transportasi mencari sumber daya laut, dan ada kapal untuk menambang pasir dan batu. Kapal-kapal tersebut dibuat dengan sistem teknologi tradisional.
Di Pulau Panggang terdapat beberapa tukang motor ‘pembuat kapal’. Ada “aturan-aturan” tidak tertulis terkait dengan pembuatan kapal yang dipercayai harus dilakukan demi mendapatkan kebaikan bagi tukang motornya. Seperti, kemudahan dalam mendapatkan modal, kemudahan dalam mendapatkan bahan-bahan kapal, kemudahan mendapatkan rezeki dan kesehatan, kemudahan dalam pembuatan kapalnya sekaligus hasilnya bagus, dan cuaca yang mendukung.
Waktu untuk membuat kapal harus melihat bulan dan hari baik. Dipercayai dalam satu bulan ada hari naasnya yang jatuh di hari Selasa dan Sabtu. Adapun untuk tanggalnya, yang penting tidak tanggal 25 ke atas. Tanggal tersebut diistilahkan sebagai bulan tua atau bulan mati dan dipercaya rezeki di tanggal tersebut akan mati. Dengan demikian saat awal pengerjaan pembuatan kapal tidak dimulai di hari Selasa atau Sabtu dan tidak dimulai di tanggal 25 ke atas. Pembuatan kapal di bulan puasa akan lebih baik karena bulan puasa adalah bulan penuh berkah.
Manakala sudah menentukan waktu pembuatan kapal, di bagian linggi diletakkan satu gram emas dalam plastik lalu bagian lingginya dibor dan ditutup dengan menggunakan fiber. Tradisi ini dimaksudkan agar kapal akan kuat selamanya. Selanjutnya pembuatan kapal cukup diawali dengan mengucap bismillah.
Manakala pengerjaan pembuatan kapal telah selesai, istri tukang motor menyiapkan beberapa jenis makanan dan minuman untuk selamatan. Ragamnya di antaranya adalah bubur merah putih, cendol, onde, dan nasi kuning. Bubur merah putih melambangkan bendera Indonesia. Cendol dan wijen pada onde yang jumlahnya banyak, menggambarkan pengharapan rezeki yang banyak. Sedangkan nasi kuning merupakan makanan yang sudah mentradisi dalam acara selamatan.

Ojeg Kapal
Sumber Foto: Dok: BPNB Jabar

Setelah kapal dirasa sudah laik jalan maka sebelum turun kapal dilakukan selamatan. Pelaksanaannya hari Jumat dan dilaksanakan pihak pemesan kapal. Pemesan kapal menyediakan beberapa jenis makanan dan minuman yang ragamnya sama dengan selamatan yang dilakukan oleh tukang motor. Selamatan dilakukan di atas kapal yang akan diturunkan, diikuti beberapa nelayan, dan adapula yang mengundang anak yatim piatu. Acara selamatan dipimpin oleh ustadz. Selain itu, di rumah, pemilik kapal membagi-bagikan bubur kepada tetangga. Mereka beranggapan dengan berbagi pada sesama, rezeki akan bertambah. Usai selamatan, dilakukan turun kapal yang pelaksanaannya tidak diperbolehkan dilakukan pada bulan Muharam dan Sapar, dan tidak boleh bertepatan dengan hari meninggal orang tua pemilik kapal.