Perempuan dalam Upacara Rahengan

You are currently viewing Perempuan dalam Upacara Rahengan

Perempuan dalam Upacara Rahengan

Perempuan dalam Upacara Rahengan

Oleh:
Ani Rostiyati
(BPNB Jabar)

Upacara Rahengan adalah ungkapan rasa syukur masyarakat Desa Citatah Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung pada Dewi padi (Sri Pohaci) dan Tuhan YME atas hasil panen yang didapat dan mengharapkan keberhasilan panen mendatang berlimpah tidak ada bencana apapun. Upacara Rahengan melibatkan masyarakat, pemimpin adat, dan tokoh masyarakat.

Yang menarik dari upacara ini adalah, perempuan memiliki peran yang cukup penting. Kaum perempuan memiliki fungsi yang menonjol dalam beberapa prosesi ritual tertentu meskipun secara hirarkis bukanlah ritual inti. Ritual inti dipimpin langsung oleh laki-laki yakni sesepuh desa dan ketua adat. Namun perempuan lebih banyak memegang peranan dari sejak acara persiapan ritual hingga pasca ritual.

Profil 4 perempuan Pengais, Pangayun, Panimbang, Mapag
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar

Perempuan sejak pagi-pagi sekali sibuk dengan kegiatan di rumah menyiapkan bahan makanan, memasak, membuat sesaji, hingga pekerjaan yang biasa dikerjakan laki-laki seperti mencari kayu bakar. Peran perempuan terasa menonjol dalam prosesi tari Tarawangsa, terlihat dari aktivitas beberapa sinden, penari (pengibing), dan para ibu sepuh yakni mapag, pengais, pangayun, dan panimbang. Empat ibu sepuh inilah yang mempunyai peranan penting dalam upacara Rahengan.

Mapag adalah orang yang membuat sesaji Dewi padi Sri Pohaci, Pengais adalah orang yang melakukan ijab kabul. Ngarajah dianggap bisa memberi keberkahan. Pangayun dan panimbang adalah orang pandai melantunkan pantun berisi pesan dan nasihat.

Mereka ini adalah orang yang sudah manopause, ada kepercayaan perempuan yang sudah tidak haid lagi dianggap suci dan bersih sehingga doa yang disampaikan terkabul. Pada saat musik tarawangsa mengalun, yang pertama kali menari (ngibing) adalah mereka kaum perempuan, setelah itu baru dilanjutkan dengan penari (pengibing) lain. Sebelum menari yang diiringi dengan musik Tarawangsa, pengais terlebih dahulu melakukan ijab kabul dan ngarajah.


Ijab kabul dan Ngarajah
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar

Ngarajah adalah doa tradisi yang disampaikan dalam lantunan lagu dan berisi jangjawokan (mantra) dengan menggunakan bahasa Sunda buhun. Peran perempuan yang lebih dominan dalam ritual ini menjadi simbol penghargaan yang tinggi bagi perempuan.

Dari komposisi jumlah, laki-laki dan perempuan ditambah fungsi dan peran yang dilakukan keduanya, kaum perempuan cenderung memiliki peran yang cukup dominan di permukaan. Sedang beberapa kaum laki-laki tertentu meski dengan jumlah yang terbatas memiliki peran yang sangat menentukan.

Sinden dan penari perempuan
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar

Bagi masyarakat Citatah, pembedaan peran dalam ritual tersebut meski tampak berbeda antara laki-laki dan perempuan, bukan berarti salah satunya dianggap mendominasi secara mutlak dalam sendi kehidupan masyarakat. Laki-laki selain mempunyai fungsi dan peran yang dominan dalam ritual inti, tetapi tetap tidak bisa memainkan peran dan fungsi yang dimiliki perempuan seperti tukang masak, pengibing, pesinden, panimbang, pangais, dan mapag. Demikian pula sebaliknya, perempuan Desa Citatah tidak berhak memegang peran dan fungsi yang dimiliki laki-laki dalam upacara Rahengan misalnya dalam membacakan doa dan buka sejarah desa selalu dilakukan laki-laki. Dengan kata lain, laki-laki dan perempuan desa Citatah dalam ritual adat apapun termasuk ritual Dewi Sri tampak sama-sama memiliki fungsi dan peran yang penting.

Kelompok seni Tarawangsa
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar

Peran perempuan juga tampak dalam ritual tari Tarawangsa. Tarian Tarawangsa adalah tarian sakral yang berkaitan dengan upacara pertanian untuk mengundang para lelehur. Seni Tarawangsa ini mampu membuat penarinya menjadi kerasukan roh halus (trance). Nuansa mistik terasa dalam acara tarian ini hingga beberapa mengalami ketidaksadaran. Masyarakat menyebut para penari sedang dimasuki roh karuhun sehingga penari tidak sadar saat menari dan merasa tidak capek meski beberapa jam lamanya.

Upacara Rahengan yang bertujuan sebagai penghormatan pada Dewi Sri ini dianggap penting, karena Sri Pohaci (padi) dianggap menjadi makanan utama yang memberi kehidupan dan menjadi simbol perempuan dalam kepercayaan masyarakat desa Citatah. Melalui ritual ini yang dalam beberapa unsurnya hanya bisa dilakukan oleh kaum perempuan menunjukkan berbagai bentuk penghormatan bahwa perempuan harus dijunjung tinggi dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya.

Perempuan dianggap sebagai sumber kehidupan sehingga tidak akan ada kecerahan dan kekuatan kehidupan tanpa adanya perempuan. Melalui keyakinan dan pembagian perannya dalam ritual tersebut tampak bagaimana performativitas perempuan didefinisikan dan diperlakukan oleh masyarakat (adat).