MAHFUD SAYADI, SEORANG BENGKONG PADA MASYARAKAT BETAWI

You are currently viewing MAHFUD SAYADI, SEORANG BENGKONG PADA MASYARAKAT BETAWI

MAHFUD SAYADI, SEORANG BENGKONG PADA MASYARAKAT BETAWI

MAHFUD SAYADI, SEORANG BENGKONG PADA MASYARAKAT BETAWI

Oleh:
Ria Andayani Somantri
(BPNB Jabar)

Zaman dahulu, masyarakat Betawi biasanya menggunakan jasa seseorang yang disebut bengkong untuk menyunat anak laki-laki mereka, karena memang hanya itulah pilihannya. Yang menjadi bengkong adalah seorang laki-laki dengan keahlian menyunat yang diperoleh secara turun temurun. Apa, siapa, dan bagaimana tentang bengkong tergambar dari uraian berikut ini tentang profil bengkong satu-satunya yang terdapat di wilayah Mampang Prapatan saat ini.

Mahfud Sayadi adalah satu-satunya tukang sunat atau yang disebut bengkong. Dia tinggal di Jl. Mampang Prapatan XVII RT 001/RW 001, Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Saat ini, dia merupakan generasi keempat dari keturunan bengkong sebelumnya. Nama-nama bengkong yang masih diingat secara berurutan dari generasi yang pertama hingga berikutnya yakni H. Anwar, H. Yahya, H. Jayadi dan dia sendiri adalah generasi keempat, yakni H. Mahfud. Dia juga masih mengingat sejumlah nama bengkong yang populer pada masanya, yakni Guru Tholib, Zaelani Maih, Haji Rahmat. Mereka dikenal memiliki tangan yang adem ‘dingin’ karena mampu membuat pengantin sunat seperti terhipnotis pada saat disunat.
Dia menjadi bengkong sejak 25 Desember 1990. Sebelum tahun 1990, dia sudah terbiasa membantu ayahnya yang juga seorang bengkong. Dengan kata lain, waktu itu dia dipercaya ayahnya sebagai pembantu bengkong. Meskipun demikian, tidak secara eksplisit dia diberi tahu bahwa kelak akan menjadi seorang bengkong seperti ayahnya. Saat itu dia bertugas mengantar ayahnya ketika mendapat panggilan untuk menyunat. Tugas dia yang lainnya adalah harus membantu ayahnya pada saat proses sunat berlangsung, yakni memangku pengantin sunat. Pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang karena akan berakibat fatal bila salah melakukannya. Oleh karena itu, tugas memangku anak hanya dipercayakan kepada dia.
Pada saat itu, Mahfud duduk memangku pengantin sunat di kursi atau bangku. Kedua tangan pengantin sunat yang sedang dipangku diletakkan di dadanya dengan posisi silang. Kemudian posisi tangan menyilang di dada itu ditahan dengan kuat oleh Mahfud menggunakan tangan kiri. Kaki pengantin sunat dibuka lebar-lebar, sedangkan posisi dua kaki Mahfud berada di antara kedua kaki pengantin sunat. Tangan kanan Mahfud memegang lipatan lutut kanan pengantin sunat dengan kuat. Posisi memangku seperti itu untuk menjaga keamanan pengantin sunat agar tidak bergerak pada saat prosesi sunat berlangsung. Tangan anak dengan posisi menyilang dan ditahan dengan kuat dianggap sulit untuk bergerak ketika anak merasakan sakit disunat. Begitu juga kaki pengantin sunat yang dibuka lebar dan ditahan seperti itu cukup sulit bagi anak untuk menggerakkan kaki saat merasa sakit disunat. Hal itu bermakna untuk menjaga keamanan pengantin sunat, bengkong, dan yang memangku pengantin sunat.

Jika pengantin sunat tidak dipangku oleh ahlinya, kejadian yang tidak diharapkan mungkin saja terjadi. Misalnya, ketika tangan anak dibiarkan bebas, dia dapat dengan mudah menepis, memukul, atau mengganggu tangan bengkong yang sedang memegang pisau tajam dan akan menyunatnya. Begitu juga bila kakinya dibiarkan bebas, dia akan mudah bergerak tak terkendali saat disunat. Itu akan sangat berbahaya. Intinya pada saat itu terdapat pisau yang sangat tajam dan yang digarap adalah alat vital seorang anak laki-laki. Pada saat seperti itu, tidak jarang dia dan ayahnya dikencingi, diberaki, ditendang, dan dimaki-maki pengantin sunat.

Pada suatu saat, ayah Mahfud sakit dan harus dioperasi keesokan harinya. Pada malam itu, Mahfud dipanggil ayahnya dan ditanya apakah dia sanggup menggantikan dan melanjutkan tugas ayahnya sebagai bengkong. Dia pun menjawab siap dengan mantap, jika memang sudah diizinkan oleh ayahnya. Padahal, sampai saat itu dia belum pernah menyunat. Yang dilakukan hanya memangku pengantin sunat, melihat ayahnya menyunat, dan sesekali memegang alat sunat. Malam itu juga dia langsung praktik menyunat disaksikan oleh ayahnya dan ternyata berhasil tanpa kurang suatu apapun. Sejak itulah dia dan ayahnya bersama-sama menjadi begkong. Simulasi cara kerja bengkong seperti gambar berikut ini.
Tidak ada sekolah khusus untuk menjadi seorang bengkong. Keikutsertaan dia saat ayahnya menyunat dan berlangsung bertahun-tahun lamanya menjadi sarana transfer pengetahuan sunat. Hal tersebut melahirkan kemantapan yang bulat untuk menjadi seorang bengkong. Selain pengetahuan seperti itu, masih ada persyaratan lainnya untuk menjadi bengkong. Dia harus laki-laki dan biasanya profesi tersebut bersifat turun-temurun. Dalam arti yang bersangkutan memiliki khodam sebagai bengkong.
Bengkong dapat dikatakan sebagai profesi yang sangat langka. Mahfud masih mempertahankan pekerjaannya sebagai bengkong karena menjaga amanat ayahnya agar tetap menjaga keistimewaan dan kelebihan yang telah dimiliki dia dan leluhurnya. Selain itu, dia merasa karena sampai saat ini masih ada warga Betawi yang memerlukan dan menggunakan jasanya sebagai bengkong.