Masyarakat Bali khususnya yang menganut Agama Hindu, dalam kehidupannya sehari-hari melaksanakan beragam jenis dan bentuk upacara keagamaan. Pelaksanaan upacara keagamaan dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan panca yadnya. Pelaksanaan upacara panca yadnya mencakup dewa yadnya, rsi yadnya, pitra yadnya, manusa yadnya, dan bhuta yadnya.

Seperti diketahui, syarat terpenting adanya yadnya adalah korban (pengorbanan) suci. Baik berupa upacara (ritual), sikap, perilaku, tindakan (dalam hal ini adalah menolong), pikiran (ide-ide, pengetahuan, pemahaman), perkataan (menasehati, memberikan petunjuk hidup, atau ber-dharma wacana), didasari dengan hati yang tulus ikhlas, tanpa pamrih, serta tujuan mulia. Setiap pikiran, perkataan, tindakan, maupun sikap yang mengandung nilai pengorbanan suci, nilai tulus ikhlas, dan tujuan mulia itulah yang disebut dengan yadnya.

Terdapat beberapa jenis upacara yadnya. Salah satunya adalah pitra yadnya. Pitra yadnya merupakan korban suci kepada leluhur dengan mendoakan kemoksaan leluhur, sujud memuja, bersyukur (angayu bagia), serta mengikuti pula tuntunan para leluhur. Dalam pelaksanaannya, membutuhkan berbagai sarana dan prasarana. Salah satunya adalah sebuah usungan yang dinamakan bade.

Berdasarkan penuturan Nyoman Artana asal Desa Adat Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, menuturkan bade atau wadah memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai sarana untuk mengusung jenasah dari rumah duka menuju kuburan. Namun bentuk bangunan ini memiliki perbedaan, yaitu wadah adalah sarana pengusung jenasah yang hanya menggunakan satu atap atau tumpang, sedangkan bade adalah alat pengusung mayat yang menggunakan lebih dari satu atap, yaitu sampai menggunakan atap (tumpang) 11.

Selain dibedakan berdasarkan atap (tumpang), bade juga menggunakan pepalihan, yang membedakannya dengan wadah. Pepalihan yang paling lengkap dinamakan pepalihan gunung siya. Pepalihan bade terdiri atas : Palih sari, Palih Sancak, Palih Karas, Palih Taman, Palih Batur, Palih Karangasti, Palih Bedawang Nala, dan terakhir (paling bawah) palih bungan tuwung. Semua bagian atap (tumpang) dan pepalihan yang digunakan dalam pembuatan bade memiliki arti dan dibuat sesuai dengan susunan yang sudah berlaku.

Atap (tumpang bade) berada di atas peletakan mayat, sedangkan pepalihan dibuat di bawah peletakan mayat. Tempat peletakan mayat dinamakan bale-bale. Selain itu bangunan bade beserta kelengkapannya mengandung fungsi dan nilai-nilai budaya lainnya. Adapun fungsi bangunan bade yang lainnya seperti fungsi pendidikan, fungsi ekonomi atau kesejahteraan. Sedangkan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam bangunan bade yaitu nilai religius, nilai estetika, nilai etika dan lan-lain. Mengingat bangunan bade ini memiliki fungsi dan nilai-nilai budaya yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Bali pada umumnya, dan masyarakat Umat Hindu Bali pada khususnya, maka bangunan bade ini perlu untuk dilestarikan dan dikembangkan, sehingga bermanfaat guna kebudayaan bangsa.

Penulis : I Ketut Sudharma Putra dan Dwi Bambang Santosa
Editor : Wakhyuning Ngarsih