Masjid Al-Imam Koto Baru memiliki nuansa perpaduan 3 budaya yaitu Islam, Kolonial dan Eropa. Masjid ini didirikan dengan konstruksi beton yang memperlihatkan arsitektur eropa yang memperlihatkan adanya tiang-tiang besar dan lengkungan-lengkungan khas eropa. Masjid ini digagas pendiriannya oleh Udin Sutan Nangkodo, H. Zainuddin (bendahara), H. Sani (ulama), dan Dt Rajo Pendapatan. Selain menggagas, mereka juga melaksanakan. Pembangunan masjid direncanakan tahun 1921, dan baru berdiri tahun 1922 dg nama Masjid Batu. Arsitektur bangunan ditiru dari Masjid Rao-Rao di Kabupaten Tanah Datar.

Masjid baru difungsikan tahun 1935 untuk shalat Jumat. Alasannya adalah untuk menghimpun masyarakat untuk menimbun halaman masjid dengan memakai ember. Tanah timbunan diambil dari lapangan yang ada didekat masjid ini. Bangunan Masjid berbentuk empat tingkat (puncak nan ampek), filosofinya melambangkan Alim ulama, Cerdik pandai, Ninik mamak dan Wali Nagari. Tahun 1942 beranda depan diperbaiki karena gempa. Arsitek padang yang mengerjakan bangunan ini. Filosofi tiang yang berjumlah 5 buah: rukun Islam. Jendela melambangkan rakaat shalat.

Secara umum masjid ini masih terjaga keasliannya. Tidak ada perubahan berarti pada bangunan masjid, hanya penambahan jendela dengan alasan udara di dalam masjid yang cukup panas. Lantai masjid juga masih asli dengan marmer kuno. Sementara itu, di halaman masjid terdapat beberapa makam. Lokasi masjid ini berada dekat dengan lokasi pasar Koto Baru, Pesisir Selatan, sehingga kesehariannya digunakan sholat berjamaah yang cukup ramai.

Hal istimewa yang dimiliki oleh Masjid Al-Imam Koto Baru adalah Masjid ini masih menyimpan beberapa kitab Kuno “Kitab Kuning”. Kitab ini berjumlah puluhan dengan kondisi sebagian sudah lapuk dan dimakan rayap. Kitab kuning ini ditulis menggunakan tulisan arab gundul dan berbahasa arab. Belum diketahui secara lengkap isi dari kitab ini, namun pada dasarnya berisi tentang ajaran agama Islam.

Masjid mempunyai ruang utama, yang di dalamnya terdapat 5 buah tiang. Masing-masing tiang berbentuk segi 8, bagian bawah segi 4, dan bagian atas segi 4 bertrap. Masing-masing tiang sudah dilapis dengan papan yang dibuat membentuk segi delapan. Di bagian barat laut terdapat mihrab, dengan ambang pintu berbentuk lengkung 3 buah.  Plafon ruang utama terbuat dari papan lambrisering. Untuk masuk ke ruang utama terdapat 2 buah pintu di bagian depan 2, dan pintu di kiri kanan ruangan masing-masing 1 buah. Pada ruang utama terdapat jendela, masing-masing 4 buah di kiri kanan ruangan, dan 3 buah jendela di bagian depan. Jendela pernah dirubah menjadi jendela kaca nako dan dapat dilihat sampai sekarang. Di dalam tiang beton terdapat besi H. Dan pada dinding ada besi L, tampak waktu menukar atap seng. Setiap bantuk arsitektur pada masjid ini mempunyai arti filosofi: safaat, hakikat, dan makrifat.

Selain itu, Masjid ini banyak memiliki perlambangan ataupun simbol keagamaan pada bagian bangunannya hal tersebut dantaranya adalah dinding masjid yang melambangkan Ikek Ampek. Ikek Ampek adalah nagari Kambang yang didirikan pada zaman dahulu, karena suku-suku yang mendiami daerah ini sudah cuku 4 suku, sebagai syarat berdirinya sebuah nagari. Tonggak Macu yang dikelilingi oleh 8 buah tonggak yang berada di ruangan masjid , 8 tonggak yang mengeliingi tonggak macu melambangkan Adat dan Syarak, 4 orang Ikek memegang Adat dan 4 orang Imam memegang Syarak. Perlambangan ini disebut sebagai Payung Sekaki atau merupakan pimpinan tertinggi dalam nagari, yaitu pucuk bulek adat dan pucuk bulek syarak (Rajo Adat dan Rajo Syarak) Istilah adatnya  “Adat Bapucuak Bulek, Syarak Bapayuang Panji” . Mereka membawahi Ikek Ampek (Penghulu, Manti, Dubalang, Malin), dan Imam nan Barampek (Imam, Katik, Bila, Labai).

Tuturan Atap berjumlah 5 (Masajik Limo), melambangkan 5 masjid yang dibangun untuk beribadah anak nagari, yaitu Masjid Kampung Akat, Masjid Lubuk Sarik, Masjid Koto Baru (Al-Imam) yang sekarang, Masjid Tampunik, dan Masjid Koto Kandis. Sementara itu gelung di dalam masjid yang berjumlah 9 yang berada diantara tonggak yang berjumlah 10 disebut sebagai Koto Sambilan. Koto nan Sambilan adalah kampung-kampung yang berdekatan dengan Masajik Limo atau kampung-kampiung yang ada pada waktu didirikannya nagari Kambang. Kampung itu adalah Kampung Akat, Lubuak Syariak, Koto Marapak, Nyiur Gading, Koto Baru, Medan Baiak, Ky Kalek, Tampuniak,  dan Koto Baririk.

14 tonggak dalam ruangan masjid disebut sebagai Penghulu Ampek Baleh,merupakan 14 orang penghulu  dari keempat suku yang ada, yang merupakan sandi dari keempat buah Ikek Suku. Untuk tonggak-tonggak yang terdapat di luar masjid, yaitu tonggak gandeng 2, 3 dan 6 dengan jumlah total 50 tonggak disebut sebagai niniak mamak nan limo puluah. Niniak Mamak nan Limo Puluah adalah 50 orang Niniak Mamak dari penghulu ampek baleh.

Bagian lainnya yang memiliki makna adalah tiang yang mengapit jenjang berdirinya khatib dan langit-langit masjid. Kedua tiang yang mengapit jenjang tempat khatib berdiri disebut sebagai Haluan dan Bandaro. Haluan tan Balaik Bukik adalah perlambangan niniak mamak yang bertugas sebagai juru bicara antara payung sekaki dengan Ikek Ampek dan sebaliknya. Bandaro di Kmapuang Dalam adalah seorang ninik mamak yang bertugas mengurus dan menimpan kekayaan nagari. Sementara itu, 3 bidang langit-langit gobah kecil pada mighrab tempat khatib berkhotbah disebut sebagai Kampuang Dalam di Nagari Kambang, yaitu Kampung dalam Medan Baik, Kampung Dalam Bilik Dalam Sumbaru dan Kmapung Dalam Lubuak Sariak.

Itulah yang menjadi keistimewaan dari Masjid Al-Imam Koto Baru yang dipenuhi oleh beragam makna di setiap sudut bangunannya. Segala hal yang ada di rumah Allah SWT ini menjadi bagian dalam membentuk umat Islam yang dapat menyerap berbagai ilmu kebaikan. Termasuk Masjid Al-Imam Koto baru ini yang menyimpan berbagai ajaran adat Minangkabau dan Islam yang saling berpadu di setiap bagian bangunannya.