Masjid Sultan Suriansyah

0
5775

74   75

Secara administratif Masjid Sultan Suriansyah terletak di Jalan Kuin Utara, RT 4, Desa Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Secara astronomis berada pada posisi 114°34’’34,9’ BT dan 3°17”39,9’LS. Masjid ini berada di dekat Sungai Kuin. Masjid Sultan Suriansyah merupakan cagar budaya berdasarkan SK Menteri PM.27/PW.007/MKP/2008 pada Tanggal 23 Mei 2008.

Masjid Sultan Suriansyah atau Masjid Kuin dibangun dengan gaya arsitektur khas Banjar dengan konstruksi rumah panggung berbahan dasar kayu ulin dan beratap tumpang tiga dengan hiasan mustaka pada bagian atapnya. Masjid ini berdiri diarea lahan 30 x 25 meter dengan ukuran panjang 15,50 meter, lebar 15,70 meter dan tinggi 10 meter. Dibagian dalam masjid terdapat terdapat sebuah mimbar yang terbuat dari kayu ulin. Lengkungan dimuka mimbar dihiasi kaligrafi Arab. Di bawah tempat duduk mimbar terdapat undak-undak berjumlah sembilan yang dihiasi dengan ukiran berupa sulur-suluran, kelopak bunga dan arabes yang distilir. Di bagian mihrab, atap terpisah dengan bangunan induk. Pada daun pintu sebelah barat dan timur terdapat inskripsi Arab berbahasa Melayu yang ditulis dalam sebuah bidang berukuran 0, 5 x 0,5 meter.

71Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang dari yang diadaptasi dari Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu. Tiga aspek tersebut yakni: atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.

73Masjid Sultan Suriansyah merupakan sebuah masjid bersejarah dan tertua di Kalimantan Selatan. Masjid yang terletak di tepian Sungai Kuin ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah  (1526-1550), Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Posisi pendirian masjid ini adalah sebuah kawasan yang dikenal sebagai Banjar Lama yang merupakan situs ibukota Kesultanan Banjar pertama. Sebelum bernama Sultan Suriansyah beliau dikenal dengan nama Pangeran Samudera yang merupakan cucu dari Maharaja Sukamara (raja Kerajaan Negara Daha). Sebelum raja meninggal, beliau berpesan bahwa yang menggantikannya yakni Pangeran Samudera. Namun hal itu tidak disetujui oleh puteranya yakni Pangeran Tumanggu dan Pangeran Bagalung. Seorang punggawa bernama Arya Trenggana meminta Pangeran Samudera meninggalkan istana untuk keselamatannya. Dalam masa pelarian, Pangeran Samudera menyamar menjadi seorang nelayan dan bertemu dengan Patih Masih di perkampungan Kuin. Oleh Patih Masih, Pangeran Samudera diangkat menjadi raja Kerajaan Banjar dan melepaskan diri dari Kerajaan Negara Daha.

Pada masa pemerintahan Pangeran Samudera menguasai wilayah daerah Muara Barito yang cukup luas sampai terdengar ke semua daerah, apalagi mampu menghimpun potensi penduduk, mengangkat kehidupan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat sehingga kabar tersebut sampai ke telinga Pangeran Tumenggung. Pangeran Tumenggung akhirnya mengarahkan pasukannya ke wilayah Marabahan sehingga terjadi peperangan. Dalam peperang tersebut Pangeran Samudera mengalami kekalahan dan meminta bantuan kepada Kerajaan Demak dengan syarat apabila memperoleh kemenangan Pangeran Samudera beserta rakyatnya harus memeluk agama Islam. Akhirnya beliaupun memenangkan peperangan tersebut dan beralih agama menjadi Islam dan mengganti namanya dengan Sultan Suriansyah. Tidak lama berselang, dibangunlah Masjid Sultan Suriansyah sebagai tempat Ibadah.

Masjid Sultan Suriansyah pernah dipugar pada tahun 1976 yang dipelopori oleh Kodam X Lambung Mangkurat dan pada tahun 1999 yang dipelopori oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Karena merupakan peningggalan sejarah, maka ditempatkan pula juru pelihara yang bertugas membersihkan dan merawat masjid tersebut.