You are currently viewing Masjid Jami Lasem, Bukti Penyebaran Islam di Pantai Utara Jawa

Masjid Jami Lasem, Bukti Penyebaran Islam di Pantai Utara Jawa

Kompleks Masjid Jami Lasem adalah salah satu cagar budaya yang ada di Jawa Tengah. Masjid ini terletak di Desa Kauman, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Jawa Tengah. Masjid Jami Lasem berada disebelah jalan raya pantai Utara Jakarta-Surabaya dan Kampung Pecinan. Sebelah Timur kompleks Masjid Jami Lasem berbatasan dengan jalan dan bekas alun-alun yang sekarang menjadi kios-kios makanan dan minuman. Sedangkan sebelah Selatan dan Barat Kompleks Masjid merupakan daerah Kelurahan Kauman.

Sejarah berdirinya Masjid Jami Lasem sedikit banyak mempunyai keterkaitan dengan sejarah Kota Lasem. Lasem sudah dikenal sejak jaman Kerajaan Majapahit, tepatnya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Sumber “Negarakertagaama” menyebutkan bahwa Hayam Wuruk pernah mengadakan perjaanan ke Lasem pada tahun 1276 çaka (Bambang Sumadio, 1975 hlm 263). Menurut sumber tersebut, penguasa Lasem pada waktu itu adalah ratu Indudewi yang bersuamikan Rajasawardhana seorang penguasa dari Mentahun (Slamet Muyono, 1979, hlm. 275). Di dalam sumber Pararaton, disebutkan bahwa gelar Bhre Lasem Sang Ahayu diberikan kepada putri Hayam Wuruk yang bernama Kusumawardhani (Ki Padmopuspito, 1966, hlm. 86). Sedangkan di dalam babad Lasem disebutkan bahwa pada tahun çaka 1276, Lasem diperintah oleh Dewi Indu sepupu raja Hayam Wuruk dari Wilwatikta. Pada masa kerajaan Mataram Islam Lasem juga menjadi wilayah kerajaan sejak masa pemerintahan Sultan Agung pada tahun 1616 M (Graaf 1986, 41-42).

Lasem pada masa lalu merupakan kabupaten dengan masyarakat terbesar dari etnis Cina. Kelompok etnis di Cina mempunyai perkampungan tersendiri yang disebut Pecinan. Masyarakat Cina yang datang pertama kali ke Lasem adalah orang-orang Cina beragama Islam Hanafi yang berasal dari wilayah Swatou dan Yunan. Orang-orang Cina ini kemudian mendirikan masjid untuk sarana ibadahnya. Kemudian datang orang Cina dari Hokkian yang menyembah Kong Hu Cu dan mendesak orang Cina yang datang terlebih dahulu. Masjid-masjid yang telah berdiri dibakar dan diganti dengan klenteng yang sampai sekarang masih ada (Graaf, 1984, hlm. 14).

Di dalam Babad Lasem disebutkan beberapa tokoh yang dikenal hingga saat ini antara lain Nyai Ageng Maloko (kakak Sunan Bonang), Bi Nang Un, Bi Nang Ti, Sayyid Abu Bakar, Mbah Srimpet, dan Sultan Mahmud. Di antara tokoh-tokoh tersebut yang dihubungkan dengan pendirian Masjid Jami Lasem, menurut tradisi lisan adalah Mbah Srimpet. Mbah Srimpet adalah bupati yang pernah memerintah di Lasem. Menurut cerita, pada masa pemerintahannya keamanan di Lasem kurang begitu baik. Akhirnya Mbah Srimpet mencari orang yang dapat mengantisipasi hal tersebut. Munculnya tokoh Mbah Sambu dapat menetralisir keadaan. Atas jasanya kemudian mbah Sambu (Sayyid Abdurrohmah) dinikahkan dengan putri Mbah Srimpet. Selanjutnya Mbah Sambu diangkat menjadi bupati, ia membuat berbagai fasiitas dan salah satunya Masjid Jami Lasem.

Menurut kajian historis, masa berdirinya Masjid Jami Lasem sendiri belum dapat diketahui secara pasti. Namun beberapa prasasti yang ada di Masjid Jami Lasem dapat menjadi data yang dihubungkan dengan masa pendirian maupun pemugaran masjid. Di dalam ruang utama masjid terdapat lima prasasti berhuruf dan berbahasa arab dan satu prasarti berhuruf dan berbahasa Jawa. Empat diantara lima prasasti memuat angka tahun 1829 M, 1318 H, 1281 H, dan 1286 H. Belum dapat diketahui angka tersebut berkenaan dengan pendirian atau pemugaran masjid, karena prasasti hanya berisi kalimat toyyibah atau kalimat pujian. Berdasarkan data yang ada Masjid Jami Lasem pada jaman dulu berperan penting dalam kehidupan sosial politik.

Kompleks Masjid Jami Lasem terdiri dari bangunan ruang utama, pawestren, serambi, kompleks makam, serambi tambahan, dan bangunan lain yang didirikan di dalam halaman Kompleks Masjid Jami Lasem.

  1. Ruang Utama

Arsitektur bangunan ruang utama Masjid Jami Lasem merupakan bangunan tradisional Jawa beratap tumpang yang diatasnya terdapat hiasan kemuncak. Pintu masuk ruang utama berjumlah tiga buah yang berada disisi Timur. Benda-benda yang ada di ruang utama antara lain mimbar, jam, hiasan dinding dan tanda shof di dinding bagian selatan dan utara.

  1. Pawestren

Pawestren berasal dari kata “pawestri” yang artinya wanita. Pawestren biasanya terdapat di masjid-masjid agung kuno di Jawa pada abad ke-15 sampai 20 M. Pawestren digunakan sebagai tempat sholat bagi perempuan. Pawestren Masjid Jami Lasem terletak di sebelah Selatan Ruang Utama. Pintu masuk Pawestren terletak di sisi Timur yang berhubungan langsung dengan tempat wudhu.

  1. Serambi

Serambi Masjid Jami Lasem berupa bangunan beratap limas. Langit-langit serambi terbuat dari kayu jati.

  1. Kompleks Makam

Kompleks pemakaman terletak di sebeah Barat dan Utara bangunan masjid. Beberapa makam ada yang diberi cungkup seperti makam Sayyid Abdurrohman, K.H. Ma’shoem Ahmad, Nyai Nurriyah, dan K.H. Ahmad Syakir yang semuanya terletak di sebelah Utara bangunan masjid. Cungkup Sayyid Abdurrohman atau yang dikenal juga dengan nama Mbah Sambu berasitektur Timur Tengah dengan atap berbentuk kubah. Makam yang berada di sebelah  Barat masjid merupakan makam Mbah Srimpet dan makam orangtua Sayyid Abdurrohman.

  1. Serambi Tambahan

Serambi tambahan merupakan bangunan modern bergaya arsitektur Timur Tengah dengan dua lantai. Letaknya berada di sebelah Timur serambi lama. Serambi tambahan ini awalnya beratap kampung yang dibuat tahun 1987. Kemudian pada tahun 1993-2000 diadakan perombakan total dan menghasilkan bentuk bangunan seperti sekarang. Pada ruang serambi ini juga terdapat bedhug dan kentongan.

  1. Bangunan Lain

Bangunan lain yang ada di Kompleks Masjid Jami Lasem adalah bangunan baru yang terletak di sebelah tenggara bangunan masjid. Bangunan tersebut terdiri dari dua lantai. Lantai pertama sebagai tempat wudhu pria di sisi Barat bangunan, dan tempat wudhu wanita di sisi Timur tempat wudhu pria. Pada ujung sisi Timur terdapat ruangan untuk kesekretariatan Takmir Masjid Jami Lasem.

Oleh Endah Rahmawati

(disarikan dari laporan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah)