You are currently viewing Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Kondisi Geografis Jawa Tengah

Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Kondisi Geografis Jawa Tengah

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Sejak akhir Kala Pliosen-awal Pleistosen Pulau Jawa telah mengalami berbagai macam peristiwa yang diakibatkan oleh proses geologis yang sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan, termasuk terhadp kehidupan manusia. Peristiwa yang dimaksud dapat digambarkan sebagai peristiwa glasial dan interglasial yang menyebabkan perubahan iklim, turun naiknya permukaan laut, timbul tenggelamnya darata, sungai, dan danau, serta berbagai aktivitas gunung berapi.

Peristiwa pengangkatan darat dari bawah laut ke permukaan yang terjadi pada akhir masa Pliosen telah menyebabkan terbentuknya Pulau Jawa. Walaupun demikian, tidak semua daratan Pulau Jawa seperti yang sekarang telah terbentuk; sebagian daratan di wilayah kompleks Gunung Sindoro-Sumbing, kompleks Gunung Ungaran, kompleks Gunung Lawu, Perbukitan Serayu Utara, Gunung Merbabu, dan perbukitan-perbukitan karst di jalur Pegunungan Selatan. Pegunungan dan perbukitan         tersebut memisahkan dataran satu dengan dataran yang lain, dan membentuk aliran sungai baru yang berfungsi sebagai pemisah aliran yang pernah bersatu sebelum terjadinya pengangkatan daratan.

Secara garis besar bentukan proses geologis yang telah terjadi pada masa itu dapat digambarkan melalui bentuk-bentuk geografis Jawa Tengah yang terdiri atas:

  1. Dataran pantai utara Jawa Tengah
  2. Jalur gunung api muda
  3. Alur Pegunungan Rembang
  4. Jalur dari bagian Pegunungan Bogor-Serayu Utara-Kendeng
  5. Dataran pantai selatan Jawa
  6. Jalur Pegunungan Serayu Selatan dan pusat cekungan Jawa Tengah
  7. Jalur Pegunungan Selatan.

Dataran pantai utara Jawa Tengah pada awalnya adalah pantai landai dan rawa yang merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar, seperti Sungai Serang, Sungai Rawa Pening, Sungai Comal, Sungai Pamali, Sungai Cacaban, dan Sungai Malahayu. Di satu sisi, keberadaan sungai-sungai tersebut telah menyebabkan terjadinya transformasi material sedimenyang berasal dari gunung sehingga menutupi rawa dan pantai. Akibatnya dataran landai yang sudah terbentuk menjadi semakin luas. Di sisi yang lain, material yang berasal dari gunung tersebut ternyata mengandung berbagai macam unsur yang sangat baik untuk menyuburkan tanaman. Kesuburan tanah di daerah tersebut semakin bertambah karena lempung hitam pada endapan rawa yang mengandung diatomoe juga sangat baik sebagai bahan pupuk kompos. Kondisi demikian membuat daerah pantai utara Jawa Tengah sangat cocok untuk pemukiman, karena didukung pula oleh kemungkinan dikembangkannya kegiatan pertanian dan kelautan.

Pengangkatan Pulau Jawa akibat tenaga endogen, yaitu tenaga yang berasal dari dalam bumi, telah menyebabkan terbentuknya deretan jalur gunung api muda. Dari timur ke barat terdapat deretan Gunung Lawu, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbung, Gunung Ungaran, Gunung Telomoyo, Gunung Dieng, Gunung Prahu, Gunung Slamet. Di antara sederetan gunung tersebut, sebenarnya terdapat Gunung Muria. Akan tetapi Gunung Muria tidak dikelompokkan menjadi satu dengan gunung-gunung tersebut, karena gunung ini muncul lebih dahulu dibandingkan dengan gunung lainnya. Hal ini disebabkan karena Gunung Muria, yang ada saat itu belum menjadi satu dengan Pulau Jawa, adalah gunung yang berada di bawah laut yang muncul ke permukaan bukan karena tenaga endogen tersebut.

Sejumlah gunung yang telah disebutkan ada yang masih aktif, dan ada yang sedang tidak aktif. Walaupun gunung api yang masih aktif, misalnya Gunung Merapi, sering kali membawa bencana bagi kehidupan di sekitarnya, akan tetapi material yang dihasilkan gunung api tersebut banyak mengandung unsur yang bersifat menyuburkan tanah. Oleh karena itu, dataran yang terbentuk di sekitar gunung api juga sangat cocok untuk kegiatan pertanian, baik pertanian tanaman keras maupun tanaman semusim. Daerah semacam inilah yang sering dipilih oleh manusia untuk tempat bermukim, dan melakukan aktifitasnya, daerah lembah-lembah yang terbentuk di antara pegunungan dengan sunagi dan danau sebagai sumber air utama, juga menjadi pilihan manusia untuk tempat bermukim dan melaksanakan segala aktivitasnya.

Gunung-gunung yang sedang aktif disebabkan karena lubang kepundannya tertutup. Akibatnya, muncul lubang pumoral yang dapat menampung air dalam bentuk danau dan solfator yang menhasilkan sumber mata air panas. Selain itu, gunung api yang tidak aktif juga menghasilkan dataran luas yang disebut plateau, seperti yang terdapat di Pegunungan Dieng. Dataran luas semacam ini mempunayi sifat yang stabil karena tingkat erosinya rendah. Oleh karena itu, juga dipilih oleh manusia sebagai lokasi bermukim. Alasan lainnya adalah, dataran yang rata memerlukan enerji yang lebih sedikit untuk mengolahnya sehingga sangat ideal untuk melaksanakan kegiatan substensi.

Peristiwa pengangkatan Pulau Jawa dan susutnya air laut yang terjadi pada masa Pliosen-awal Pleistosen tidak hanya menghasilkan sederetan gunung api, tetapi juga memunculkan daerah tinggian dan dataran yang pada mulanya beradadi bawah laut. Daerah ketinggian dan dataran di Jawa Tenah yang muncul ke permukaan telah membentuk alur-jalur Pegunungan Rembang, Pegunungan Bogor-Serayu Utara-Kendeng dan Pegunungan Serayu Selatan. Akibat peristiwa pengangkatan tersebut, dearah cekunangan yang berada di bawah laut juga ikut terangkat sehingga membentuk pusat cekungan Jawa Tengah yang terletak di antara Pegunungan  Kendeng dan Pegunungan Selatan. Cekungan yang mengalami pengangkatan tersebut mengakibatkan terbentuknya laut di tenagh daratan, yaitu di daerah Sangiran yang terletak di antara dua pegunungan itu. Laut tersebut kemudian berubah menjadi rawa sebagai rawa laut.

Pengangkatan terus menerus yang disertai erosi dari Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kendeng telah menyebabkan lingkungan rawa tapi laut berubah menjadi daratan, dengan beberapa sungai bermeander yang mengalir di atasnya. Akibatnya, daratan yang sudah terbentuk menjadi bertambah luas. Proses pembentukan daratan masih terus berlangsung baik diakibatkan oleh proses penurunan relatif muka laut maupun akibat aktivitas volkanik. Perubahan lingkungan Sangiran terjadi ketika proses tektonik mengubah Sangiran menjadi kubah (dome). Pada saat yang bersamaan, erosi puncak Kubah Sangiran yang dilakukan secara terus-menerus oleh sungai purba sejak akhir masa Pleistosen hingga sekarang telah menghasilkan cekungan besar yang pada saat ini menjadi ciri khas lingkungan Sangiran.

Akibat lain dari proses pengangkatan da erosi tersebut adalah terbentuknya endapan teras yang bertingkat-tingkat di sepanjang lembah sungai, misalnya di aliran Bengawan Solo yang terletak antara Ngawi dan Cepu. Jalur-jalur yang dihasilkan dapat dibedakan berdasarkan kandungan material penyusun. Akan tetapi, pada umumnya terdiri atas material sedimen klasik. Material tersebut mengandung miniral dan batuan silika yang dijumpai di sekitah sungai dan sering dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat alat-alat batu.

Perbukitan karst di jalur Pegunungan Selatan dihasilkan dari pengangkatan terumbu karang pantai seklatan. Perbukitan tersebut lain dapat dilihat di Gombong dan Cilacap. Pada perbukitan karst semacam itu, banyak ditemukan gua-gua karts yag sering digunakan sebagai tempat tinggal manusi sejak masa prasejarah. Keberadaan dolena, ovala, dan mata air dari aliran bawah permukaan sebagai sumber air menyebabkan daerah perbukitan karst layak sebagai lokasi hunian.

Jalur pantai sekatan Jawa Tengah terbentuk akibat cekungan yang ada terisi oleh sedimen sehingga membentuk dataran di antara daerah rendahan Pegunungan Selatan. Akan tetapi, pada umumnya daerah ini memiliki tebing yang sangat curam karena materi penyusunnya mengalami erosi gelombang air laut yang sangat tinggi. Akibatnya, daerah di wilayah pantai selatan Jawa Tengah kurang layak untuk lokasi hunian. Hanya daerah-daerah tertentu saja yang landai dapat dimanfaatkan untuk lokasi pemukiman, misalnya adalah Cilacap yang kemudian dimanfaatkan untuk pelabuhan.