You are currently viewing Candi Lumbung, Salah Satu Candi Yang Masuk Dalam Kawasan Warisan Dunia Prambanan

Candi Lumbung, Salah Satu Candi Yang Masuk Dalam Kawasan Warisan Dunia Prambanan

Candi Lumbung merupakan candi yang terletak di kawasan Prambanan, tepatnya di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Candi ini merupakan salah satu candi yang masuk dalam Kawasan Warisan Dunia Prambanan. Candi Lumbung merupakan candi Buddha yang diperkirakan dibuat di sekitar abad ke-9 sampai abad ke-10, tepatnya pada saat masih dikuasai oleh kerajaan Mataram Kuno. Candi Lumbung adalah candi yang tak jauh berbeda ataupun berhubungan dengan Candi Sewu. Hal ini diketahui dari bentuk candi-candi perwaranya yang mirip dengan candi perwara di Sewu yaitu atapnya yang berbentuk stupa. Hal ini juga menunjukan bahwa Candi Lumbung berlatar belakang candi Buddha. Nama Lumbung sendiri masih belum jelas diketahui secara pasti. Nama tersebut merupakan sebutan masyarakat di sekitarnya karena bentuknya yang mirip lumbung (bangunan tempat penyimpanan padi).

Di dekat Candi Lumbung pernah ditemukan prasasti yang dikenal dengan Prasasti Kelurak. Menurut Boechari, seorang ahli epigrafi, prasasti ini berhubungan dengan pendirian Candi Sewu, mengingat adanya pendirian kirtistambha untuk Dewa Manjusri yang merupakan Dewa utama di Candi Sewu. Candi Lumbung belum diketahui, apakah didirikan oleh Sri Maharaja Rakai Panangkaran seperti halnya Candi Sewu, belum dapat dijelaskan. Keadaan batu pada Prasasti Kelurak sudah sangat aus atau sudah sulit untuk dibaca, sehingga isi keseluruhannya kurang diketahui. Namun, secara garis besar prasasti Kelurak ini berisi tentang didirikannya sebuah bangunan suci untuk arca Manjusri atas perintah Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadhananjaya. Menurut para ahli, yang dimaksud dengan bangunan tersebut adalah Candi Sewu, yang terletak di Kompleks Percandian Prambanan. Nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya. Prasasti ini kini disimpan dengan No. D.44 di Museum Nasional, Jakarta.

Boechari juga berpendapat bahwa Prasasti Kelurak isinya mengagungkan Triratna dan memperingati didirikannya Arca Manjusri. Yang menarik disebutkan bahwa di dalam diri Manjusri itu adalah Buddha, Dharma dan Sanggha, sedangkan Manjusri itu adalah Brahma, Wisnu dan Maheswara sekaligus. Didirikannya sebuah arca Manjusri sudah barang tentu berarti dibangunnya sebuah candi untuknya. Berhubung dengan keterangan-keterangan mengenai diri Manjusri itu, Bosch berpendapat bahwa peresmian arca tersebut disusul oleh pembuatan arca-arca lain yang termasuk dalam Triratna, pembangunan Candi Lumbung untuk persemayaman Triratna itu, pembangunan Candi Sewu untuk Wajradhatu, dan pembangunan gugusan Candi Prambanan untuk Dewa-dewa Trimurti. Lebih lanjut Bosch menyatakan, bahwa dianggapnya Triratna dan Trimurti itu sebagai manifestasi Manjusri menjadi petunjuk bahwa yang dibangun menurut Prasasti Kelurak itu adalah sebuah mandala yang bersifat tantris.

Apa yang dikemukakan diatas adalah rekonstruksi yang bersifat konsepsional atas data yang terutama bersumber pada prasasti-prasasti yang ditemukan di Jawa. Di samping hal-hal tersebut prasasti juga dapat diungkapkan aspek-aspek lain yang penting bagi ilmu pengetahuan.

Candi Lumbung merupakan kompleks candi yang terdiri dari candi induk yang dikelilingi oleh 16 candi perwara. Candi utama, yang sendiri saat ini sudah tinggal reruntuhan, berbentuk poligon bersisi 20 dengan denah dasar seluas 350 m2. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Tangga dan pintu masuk terletak di sisi timur. Pintu masuk dilengkapi bilik penampil dan lorong menuju ruang dalam tubuh candi. Bagian luar dinding di keempat sisi dihiasi pahatan-pahatan gambar lelaki dan perempuan dalam ukuran yang hampir sama dengan kenyataan. Gambar pada dinding yang mengapit pintu masuk adalah Kuwera dan Hariti. Pada dinding luar di sisi utara, barat dan selatan terdapat relung tempat meletakkan arca Dhyani Buddha. Jumlah relung pada masing-masing sisi adalah 3 buah, sehingga jumlah keseluruhan adalah 9 buah, Saat ini tak satupun relung yang berisi arca. Atap candi utama sudah hancur, namun diperkirakan berbentuk stupa dengan ujung runcing, mirip atap candi perwara. Di sekeliling halaman candi utama terdapat pagar yang saat ini tinggal reruntuhan. Candi perwara yang berjumlah 16 buah berbaris mengelilingi candi utama. Seluruh candi perwara menghadap ke arah candi utama. Masing-masing candi perwara berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar sekitar 3 m2. Dinding tubuh candi polos tanpa hiasan. Di sisi timur, tepat di depan pintu, terdapat tangga yang dilengkapi dengan pipi tangga. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah.

Pada tahun 2006 saat peristiwa gempa di Yogykarta, Candi-candi di kawasan Prambanan merasakan dampak dari gempa tersebut. Banyak bangunan-bangunan candi di kawasan Prambanan mengalami kerusakan, termasuk salah satunya adalah Candi Lumbung. Pada saat terjadinya gempa candi-candi yang telah dipugar juga mengalami kerusakan berupa pergeseran batu pada tubuh candi dan banyak balok-balok batu yang pecah. Upaya penyelamatan sudah dilakukan dengan mengumpulkan dan memetakan lokasi batu-batu lepas. Sedangkan untuk penyelamatan strukturnya (rescue) telah disusun rencana bentuk dan materialnya. Berdasarkan analisis dan iterpretasi terhadap data kerusakan dan material Candi Lumbung, maka metode rescue yang direncanakan adalah dengan membuat perancah yang berfungsi sebagai penyangga. Bagian dari perancah yang menjadi bidang kontak dengan struktur diberi lapisan kayu untuk mencegah kerusakan pada batu. Sementara itu, antara satu perancah dengan perancah lainnya saling dihubungkan dengan kabel baja sebagai perkuatan dan pengikat.