Provinsi Aceh terdiri dari 23 Kabupaten, 13 suku dan memiliki 11 bahasa daerah.

0
85515

Provinsi Aceh terdiri dari 23 Kabupaten, 13 suku dan memiliki 11 bahasa daerah.

BPCB Aceh : Aceh adalah sebuah Provinsi yang terletak pada bagian Barat paling ujung Pulau Sumatera  di wilayah Indonesia, banyak meyimpan ragam kekayaan budaya, suku, adat dan ragam bahasa. Di  Aceh terdapat 13 suku  dan masing-masing suku memiliki adat, bahasa tersendiri yang berbeda-beda  yaitu ; bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon, dan Nias. Perlu digaris bawahi bahwa semua bahasa daerah Aceh adalah bahasa Aceh. Bahasa daerah Aceh adalah sekumpulan bahasa daerah yang dipakai oleh masyarakat di Propinsi Aceh, apapun suku dan bahasanya adalah bagian dari bahasa daerah Aceh.

  1. Bahasa Aceh

Bahasa Aceh adalah bahasa yang digunakan masyarakat aceh sehari-hari yang memiliki penutur paling banyak dibandingkan dengan bahasa daerah Aceh lainnya. Masyarakat suku Aceh yang menggunakan Bahasa Aceh pada umumnya  dimengerti oleh suku lainnya di Aceh karena bahasa Aceh sebagai lambang kebanggaan masyarakat Aceh. Masyarakat di setiap Kabupaten dalam berbahasa Aceh memiliki banyak perbedaan pada pengucapan kata dan dialek yang pengertiannya sama, missal pengucapan bahasa masyarakat Aceh Utara dengan masyarakat Aceh Besar  sangat jelas perbedaannya dalam pengucapan ‘R’ dan kedengaranpun sangat bertolak belakang namun semua daerah di Kabupaten  Provinsi Aceh yang menggunakan Bahasa Aceh walaupun ada perbedaan dalam pengucapannya kosakata masih dapat dipahami dan dimengerti, semua perbedaan itu adalah kekayaan budaya bangsa.

  1. Bahasa Jamee ( Aneuk Jamee)

Bahasa Jamee atau bahasa Aneuk Jamee atau orang Aceh menyebut dengan bahasa Baiko adalah  Bahasa yang umumnya dan mayoritas digunakan oleh masyarakat Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat Daya dan sebagian kecil masyarakat Aceh Barat, Simeulue dan Singkil. Bahasa ini merupakan bahasa pengantar utama di kota Tapaktuan.

Jamee dalam bahasa Aceh artinya Tamu, jadi bahasa Jamee adalah bahasa tamu yang sudah menjadi salah satu bahasa daerah Aceh di Kabupaten Aceh Selatan, bahasa tamu yang ini sangat mirip dengan bahasa padang karena dibawa oleh keturunan perantau Minangkabau yang tersebar di sepanjang pesisir Barat dan Selatan Aceh mulai dari Kabupaten Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya  dan Pulau Seumelu yang bermigrasi dan berdomisili di  Aceh dan telah berakulturasi dengan suku Aceh, berkembang  sehingga menjadi salah satu bahasa daerah Aceh di bagian selatan.

  1. Bahasa Singkil

Kabupaten Aceh Singkil adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 1999 dan sebagian wilayahnya berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Terdiri dari dari dua wilayah, yakni daratan dan kepulauan

Bahasa yang digunakan masyarakat di kabupaten Singkil ada beberapa bahasa yaitu  bahasa Pakpak aslinya adalah bahasa dari propinsi Sumatera Utara, hanya saja karena Singkil termasuk salah satu kabupaten yang berbatasan dengan propinsi Sumatera Utara, terjadilah asimilasi antara kedua daerah ini. Propinsi Aceh tetap menetapkan bahasa Pakpak ini sebagai bagian dari bahasa daerah Aceh.

Bahasanya sedikit mirip dengan bahasa Pakpak namun masyarakat Singkil menolak jika bahasa Singkil dikatakan sebagai bahasa Pakpak. Meskipun terdapat sedikit perselisihan masalah bahasa, hal ini tidak menjadi suatu perpecahan di antara masyarakat di dua kabupaten tersebut. Sejak dulu sampai hari ini, masyarakat Singkil hidup rukun dan damai.

Selain itu masyarakat Kabupaten Aceh Singkil menggunakan bahasa haloban Bahasa Haloban mirip dengan bahasa Devayan di Pulau Simeulu, tetapi penuturnya di Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil.

  1. Bahasa Gayo

Kabupaten Aceh Tengah  yang ibu Kotanya Takengon merupakan salah satu Kabupaten dari provinsi Aceh yang berada di kawasan dataran  tinggi Gayo. Aceh Tengah sudah dikenal sejak dahulu sebagai daerah penghasil Kopi, Pokat, dan buah-buahan dapat dikatagorikan sebagai daerah pertanian.  Setelah pemekaran Aceh Tengah terbagi 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Gayo Lues dan  Kabupaten Aceh Tengah.

Bahasa Gayo digunakan oleh masyarakan Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan Kabupaten Gayo Lues, dan sebagian Aceh Tenggara. Seperti halnya bahasa Aceh, bahasa Gayo juga memiliki beberapa perbedaan dialek dan kosakata sehingga membedakannya dalam beberapa bentuk bahasa gayo antara lain; Gayo Lut, Gayo Deret, Gayo Lues, Lokop, dan Kalul.

  1. Bahasa Kluet

Kluet atau Keluwat adalah masyarakat yang mendiami beberapa kecamatan di kabupaten Aceh Selatan yaitu kecamatan Kluet Utara, Kluet Selatan, Kluet Tengah dan Kluet Timur yang memeliki Bahasa sendiri, wilayah Kluet terletak 30 km dari Ibu Kota Ac eh Selatan atau sekita 500 km dari Kota Banda Aceh yang berbatasan dengan  oleh sungai Lawé Kluet yang berhulu di Gunung Leuser dan bermuara di lautan Hindia. Secara etnis, Suku Kluet termasuk dalam Rumpun Batak yakni Rumpun Batak Utara.

Sebagaimana etnis rumpun Batak lainnya, Etnis Kluet/Keluwat juga mempunyai marga yang masih umum dipakai oleh sebagian kalangan masyarakatnya. Masyarakat Kluet/Keluwat memiliki 5 buah marga yaitu :

  • Pelis
  • Selian
  • Bencawan
  • Pinem
  • Ciniago

Marga yang terakhir (Caniago) adalah marga keturunan orang Minangkabau yang telah berasimilasi dengan Kluet sejak berabad-abad yang lalu. Empat marga di atas juga ditemukan dalam suku Alas, Karo, dan Pakpak.

Bahasa Kluet atau Kluat merupakan anak dari Bahasa Gayo dan Bahasa Alas karena orang dari suku Kluet mengerti dengan Bahasa Gayo dan Bahasa alas. Dan ada beberapa kata dalam bahasa Kluet yang mirip dengan bahasa suku Karo di Sumatera Utara. Bahasa ini hanya terdapat di beberapa daerah di Kabupaten Aceh Selatan.

Kecamatan-kecamatan di Aceh Selatan dengan bahasa Kluet sebagai bahasa pengantar yang dominan ditandai dengan nama awal kecamatan memakai kata ‘Kluet’, seperti Kecamatan Kluet Utara, Kluet Selatan, Kluet Timur, dan Kluet Tengah. Bahasa Kluet memiliki tiga dialek yaitu Manggamat, Krueng Kluet, dan Paya Dapur.

  1. Bahasa Temiang

Kabupaten Aceh Temiang adalah salah satu wilayah tingkat II dalam Provinsi Aceh  yang terletak di perbatasan Provinsi Sumatera Utara dengan menempuh jarak hanya 250 Km dari Kota Medan,  Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur pada tanggal 10 April 2002 yang memiliki luas wilayah sekitar 1.956,72 km². Kabupaten satu-satunya di Aceh yang terbanyak ditempati etnis melayu hingga 60%, jawa 20%, Aceh 15 % dan sebagian kecil di daerah hulu ditempati suku Gayo dan Suku Alas. Secara geografis terbentang pada posisi  030,53′ – 040, 32′ Lintang Utara sampai dengan 970,44′ – 980,1′ Bujur Timur.

Dengan demikian, wilayah ini memiliki batas-batas:

  • Sebelah utara dengan Selata Malaka dan Kota Langsa
  • Sebelah selatan dengan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
  • Sebelah timur dengan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
  • Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Gayo Lues

Bahasa Temiang adalah bahasa yang dimiliki daerah tingkat  II Kabupaten Aceh Temiang dan digunakan masyarakat Aceh Temiang yang sangat kental dengan dialek bahasa Melayu. Dalam lintas sejarah buku Aceh Temiang disebutkan bahwa bahasa suku Aceh temiang terbagi 2 (dua) yaitu : Suku Tamieng Hulu dan Suku Tamieng Hilir, dalam komunikasi sehari-hari yang membedakan kalimat saat berbicara adalah  Suku Temiang Hulu selalu diakhiri dengan huruf O, misalnya Kemano. Sedangkan Suku Tamiang Hilir diakhiri dengan huruf E, missalnya kemane.

  1. Bahasa Alas

Bahasa Alas, adalah bahasa daerah TK. II Kabupaten Aceh Tenggara yang merupakan bahasa masyarakat di Tanah Alas (Aceh Tenggara). Bahasa ini bertalian erat dengan Bahasa Kluet (Aceh Selatan), Bahasa Singkil-Julu (Aceh Singkil), Bahasa Batak Pakpak dan Bahasa Batak Karo di Sumatera Utara.

Bahasa Alas memiliki tiga dialek, yaitu dialek Hulu dipakai di kecamatan Badar, dialek Hilir dipakai di kecamatan Bambel dan dialek Tengah dipakai di kecamatan Babussalam dan Lawe Alas. Perbedaan dari ketiga dialeg ini hanya sedikit sekali, yaitu: bila ditinjau dari segi intonasi pemakaian bahasa Alas di kecamatan Badar lebih halus, sedang di daerah kecamatan Babussalam, Lawe sigala-gala dalam kategori sedang. Sedangkan di kecamatan Bambel kasar.

Dalam pergaulan sehari-hari Suku Alas mempunyai Bahasa sendiri yakni Bahasa Alas  (Cekhok Alas) Bahasa ini merupakan rumpun bahasa dari Austronesia suku Kluet di  Kabupaten Aceh selatan juga menggunakan Bahasa yang hampir sama dengan bahasa suku Alas. Bahasa ini memiliki banyak kesamaan kosakata dengan bahasa Karo yang dituturkan masyarakat Karo di Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2000, jumlah penutur bahasa ini mencapai 195.000 jiwa. Diperkirakan bahasa ini merupakan turunan dari bahasa Batak, namun Masyarakat Alas sendiri menolak label “Batak” karena alasan perbedaan Agama yang dianut. Sementara itu, tidak diketahui pasti apakah bahasa ini merupakan bahasa tunggal atau bukan.

  1. Bahasa Devayan, bahasa Sigulai dan bahasa Lekon

    Pulau Simeulue atau Simalur adalah sebuah  pulau yang berada di Barat Sumatera. Yang terletak pada posisi  kurang lebih 150 km dari lepas pantai barat Aceh, juga merupakan pulau pemerintahan Kabupaten Seumelue di tengah XSamujdra Hindia. Posisi geografisnya terisolasi dari daratan utama, Semeulue adalah Kabupaten baru yang Ibukotanya Sinabang hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh barat pada tahun 1999. Pulau ini terkenal dengan hasil cengkehnya. Penduduk kawasan ini juga berprofil seperti orang Nias, dengan kulit kuning dan sipit seperti layaknya orang Tionghoa dan mempunyai bahasa yang berbeda dengan Aceh daratan. Hampir seluruh penduduk kepulauan ini beragama Islam. Setelah masa keemasan cengkeh mulai menurun, sebagian besar masyarakat Simeulue mulai beralih ke perkebunan sawit dan tanaman horikultura sebagai mata pencarian sehari-hari.

Di Pulau Seumelue  ada 3 bahasa yang digunaka masyarakat :

  1. Bahasa Devayan umumnya digunakan oleh penduduk yang berdomisili di Kecamatan Simeulue Timur, Teupah Selatan, Teupah Barat, Simeulue Tengah dan Teluk Dalam
  2. Bahasa Sigulai umumnya digunakan penduduk di Kecamatan Simeulue Barat, Alafan dan Salang.
  3. Bahasa Leukon digunakan khususnya oleh penduduk Desa Langi dan Lafakha di Kecamatan Alafan. Selain itu digunakan juga bahasa pengantar (lingua franca) yang digunakan sebagai bahasa perantara sesama masyarakat yang berlainan bahasa di Simeulue yaitu bahasa Jamu atau Jamee (tamu), awalnya dibawa oleh para perantau niaga dari Minangkabau dan Mandailing
  1. Bahasa Pakpak

     suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau Sumatera Indonesia. Tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan  Aceh, (Provinsi Aceh), bahasa Pakpak yang digunakan masyarakat Aceh adalah di Kabupaten Singkil dan Kota Sulubussalam. Dalam sumber Haloaceh disebutkan Suku bangsa Pakpak kemungkinan besar berasal dari keturunan tentara kerajaan Chola di India yang menyerang kerajaan Sriwijaya pada abad 11 Masehi.

Suku Pakpak terdiri atas 5 subsukur, dalam istilah setempat sering disebut dengan istilah Pakpak Silima Suak yang terdiri dari:

  1. Pakpak Boang, bermukim di provinsi Aceh yaitu di Kabpaten Aceh Singkil dan Kota Sulubussalam. Suku Pakpak Boang ini banyak disalahpahami sebagai Suku Singkil.
  2. Pakpak Klasen, berdomisili di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan  yang merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah.
  3. Pakpak Simsim, berdiam di kabupaten Pakpak Bharat.
  4. Pakpak Pegagan, bermukim di Sumbul dan sekitarnya di Kabupaten Dairi.
  5. Pakpak Keppas, bermukim di kota Sidikalang dan sekitarnya di di Kabupaten Dairi..

Bahasa ini memiliki penutur di kabupaten Singkil. Sebenarnya bahasa Pakpak aslinya adalah bahasa dari propinsi Sumatera Utara, hanya saja karena Singkil termasuk salah satu kabupaten yang berbatasan dengan propinsi Sumatera Utara, terjadilah asimilasi antara kedua daerah ini. Propinsi Aceh tetap menetapkan bahasa Pakpak ini sebagai bagian dari bahasa daerah Aceh.

  1. Bahasa Haloban

Bahasa Haloban adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh Suku Haloban yang terdapat di kecamatan Pulau Banyak, Aceh Singkil. Dari 7 desa yang terdapat di Pulau Banyak, bahasa ini terdapat di desa Haloban dan Asantola. Sebagian ahli bahasa berpendapat bahasa Haloban bukanlah bahasa yang tersendiri, tetapi termasuk dalam dialek bahasa Devayan yang terdapat di pulau Simeulue.nurdin  (sumber atikel Halloaceh)