You are currently viewing Borobudur sebagai Mandala (Bagian III)
Tiga Tingkat Stupa yang masing-masing berjumlah 32, 24, 26

Borobudur sebagai Mandala (Bagian III)

Borobudur sebagai Mandala (Bagian III)

oleh: Daud Aris Tanudirjo

Dalam berbagai sumber sejarah Jawa Kuno memang dapat dibuktikan bahwa pendirian candi-candi di Jawa dan Bali didasarkan pada konsep mandala, di antaranya Candi Sewu yang disebut mandala dalam prasasti Kelurak (782 M) atau gugusan Candi Gunung Kawi di Bali yang disebut sebagai “sanghyang mandala ring Amaravati” (Soekmono, 1974). Candi Borobudur sudah pasti adalah bangunan suci yang didirikan dengan konsep mandala tertentu. Yang pasti, bentuk dasar candi borobudur sebagai mandala adalah paduan lingkaran dan persegi yang merupakan bentuk-bentuk yang hakiki. Bernet-Kempers (1976) juga yakin bahwa dari denahnya yang terdiri dari paduan bentuk lingkaran, persegi, dan tangga, Candi Borobudur pastilah merupakan lambang dari suatu mandala.

Lalu, apakah Candi Borobudur sebagai mandala juga berfungsi menjadi alat bantu dalam bermeditasi? Kemungkinan ini sebenarnya sudah lama dikemukakan oleh sejumlah peneliti Candi Borobudur. Stuterheim (1956), misalnya, berpendapat bahwa Candi Borobudur di masa lalu bukan tempat yang dapat dikunjungi oleh semua orang untuk berziarah dan belajar tentang agama Buddha di bawah bimbingan para paderi. Ia justru yakin Candi Borobudur lebih diperuntukan bagi para paderi dari berbagai penjuru dunia yang ingin bersemadi. Mereka adalah para paderi yang ingin menjadi budha-budha di masa yang akan datang. Karena itu, Candi Borobudur mestinya adalah alat bantu bermeditasi.

Gagasan Stutterheim ini juga disetujui oleh Bernet-Kempers (1976) dan Zimmer. Bagi Zimmer (1955), desain bangun Candi Borobudur sangat jelas menunjukkan fungsinya sebagai alat bantu meditasi. Hasil kajian bangunan candi ini memperlihatkan desain bangunan suci ini berdenah persegi dengan empat pintu di arah empat mata angin utama dan masing-masing memiliki anak tangga naik menuju ke bagian yang paling sakral di atas. Di bagian atasnya terdapat tiga teras melingkar, sehingga secara keseluruhan membentuk teras-teras melingkar yang didukung oleh sejumlah teras persegi yang didirikan di atas tanah. Baginya, pola seperti itu sama persis dengan pola struktur lukisan-lukisan dari Tibet yang disebut mandala. Lukisan seperti ini biasanya dipakai sebagai alat bantu untuk merenung dan memuja. Di bagian tertentu candi digambarkan tokoh Budha atau perlambangan lain yang terkait dengan kenyataan yang tertinggi. Biasanya, tokoh utama itu dilingkungi oleh sejumlah tokoh dalam berbagai bentuk perwujudannya yang muncul (emanasi) di sekelilingnya.