Bedah Buku 200 Tahun Penemuan Candi Borobudur


Notice: Trying to get property 'roles' of non-object in /home/website/web/kebudayaan.kemdikbud.go.id/public_html/wp-content/plugins/wp-user-frontend/wpuf-functions.php on line 4663

bedahbuku200tahun

Memperingati 200 tahun ditemukannya Candi Borobudur, Balai Konservasi Borobudur melaksanakan diskusi dan bedah buku 200 Tahun Penemuan Candi Borobudur. Acara dibuka oleh kepala Balai Konservasi Borobudur Marsis Sutopo yang menghadirkan tiga pembahas yang mengulas buku 200 Tahun Penemuan Candi Borobudur dari perspektif mereka masing-masing.

Prof. Hariani Santiko yang merupakan pembahas pertama menyampaikan bahwa buku 200 Tahun Penemuan Candi Borobudur pada 7 bab pertama banyak mengulas mengenai sejarah klasik Candi Borobudur. Ada hal yang sangat menarik di artikel Noerhadi Magetsari yang membuat kita berpikir dan berangan-angan mengenai proses pembangunan candi. Bagaimana cara memperoleh batu, menyusunnya diatas bukit, mencari tanah urug dan banyak pertanyaan lainnya yang terkadang luput dari pemikiran kita. Memang tidak mudah membuat buku seperti ini ada hal-hal yang sebenarnya bisa untuk masukan kedepan seperti inskripsi di relief karmawibanggha yang mengunakan huruf Jawa kuno dalam bahasa Sangsekerta, mengapa bukan huruf lain misalnya Swarga yang dapat menunjukkan pembuat Candi Borobudur bukan orang India tetapi orang Jawa.

Sumijati Atmosudiro sebagai pembahas kedua menyampaikan bahwa muncul sebuah pertanyaan besar bagaimana Candi yang begitu megah didirikan oleh suatu pemerintahan, yang tidak mungkin itu hanya berupa kerajaan kecil yang mampu mengerakkan banyak tenaga untuk mengangkut 55.000 kubik batu, darimana sumber dan caranya. Hal lain yang menjadi menarik adalah seni ukir dan pahat yang sangat luar biasa, jika bukan seniman-seniman yang sangat ahli tidak mungkin bisa terwujud seperti sekarang ini. Ada hal yang menarik untuk selanjutnya bisa dibahas mengenai pemasangan batu tradisional, bagaimana cara memilih batu, memahatnya, membuata pola-pola dan sebagainya.

Djoko Dwiyanto sebagai pembahas terakhir menyampaikan pada artikel Noerhadi Magetsari memberikan gambaran bahwa Candi Borobudur mempunyai posisi yang sangat strategis yang mempunyai kadungan ilmu kemanusiaan yang tak ada habisnya. Ada hal yang menarik mengenai mitos-mitos yang sengaja dimunculkan untuk menjaga keutuhan suatu bangunan. Hal itu bisa menjadi sebuah kajian menarik bahwa mitos mampu menjadi alat konservasi secara tidak langsung.